Jumat, 28 Juni 2013

Apakah Nikah atau Kawin itu?



  1. Guru, apakah pernikahan atau perkawinan itu?
-          Dalam arti luas, perkawinan atau pernikahan  adalah bertemunya 2 orang dalam satu ikatan, baik badaniah saja atau jiwa saja atau keduanya. Perkawinan atau pernikahan merupakan satu tindakan normal dan manusiawi yang bila mengundang banyak orang untuk mengetahui adanya ikatan tersebut, maka perlu dilakukan dalam sebuah upacara ritual kebudayaan atau sebuah prosesi atau acara perhelatan, sedangkan  dalam arti khusus pernikahan merupakan bentuk ikatan bathin yang berwujud saling cinta antara 2 orang manusia (lazimnya antara seorang pria dan seorang wanita) untuk membina sebuah mahligai rumah tangga yang dicatatkan dalam suatu lembaran negara yang berupa akta nikah/perkawinan, sehingga memiliki kekuatan hukum yang mengikat khususnya bagi pria dan wanita itu serta keturunannya atau anak anaknya bila ada.


  1. Guru, ada berapa macam perkawinan atau pernikahan?
a.       Perkawinan biologis, yaitu hubungan badaniah antara 2 orang manusia. Dalam perkawinan bisa menghasilkan anak atau tidak tergantung kemauan para pelakunya, bila perkawinan ini dilakukan oleh 2 orang manusia yang berlainan jenis.
b.      Perkawinan bisnis, yaitu perkawinan yang dilandasi kongsi usaha/dagang. Dalam perkawinan ini hubungan badan bukan merupakan hal yang utama.
c.       Perkawinan adat, yaitu perkawinan yang dilakukan dengan ritual adat kebudayaan para pelakunya. Dalam perkawinan ini pada umumnya dilakukan untuk memiliki anak atau keturunan langsung agar garis keturunanya agar garis keturunanya tidak putus.
d.      Perkawinan mandiri atau onani, yaitu perkawinan seseorang dengan tangannya atau dengan alat tertentu untuk mencapai orgasme atau kepuasan badaniah.

  1. Guru, apa yang sebaiknya dimiliki agar langgeng dalam  menciptakan hubungan pasangan dalam mahligai rumah tangga?

a. Usahakan pengenalan sifat/ pribadi dilakukan lebih dahulu dalam suatu pacaran yang sehat (yang tidak mengumbar nafsu semata). Proses pacaran ini bisa singkat atau lama, tergantung dari “keterbukaan” masing masing pihak. Awas jangan terlalu lama, sebab kau akan bosan sebelum tujuan pernikahan tercapai. Bila kalian berdua secara serius dan sering dalam meluangkan waktu untuk menciptakan suatu kebersamaan, niscaya dalam waktu minimal 3 (tiga) bulan kau sudah dapat membaca siapa dia dan keluarganya lalu kau akan mampu mengambil keputusan bahwa hubungan diteruskan atau dihentikan.

b. Pernikahan adalah upaya mempersatukan 2 pribadi yang berbeda. Dibutuhkan seni untuk menjaga agar tidak cepat bubar.  Seni untuk “menolak” atau “menerima” serta memberi “ruang kebebasan untuk bergerak”. Ingat perkawinan atau pernikahan memang suatu ikatan tapi sifat ikatannya bukanlah “belenggu” yang menyebabkan kebebasan sebuah pribadi akan merasa terpasung. Untuk itu milikilah ilmu timbang rasa yang telah digali saat berpacaran dulu.

c. Berilah porsi untuk meluangkan waktu khusus berduaan di luar rumah, untuk sementara tinggalkan anak anak. Ini untuk mengenang masa indah berpacaran dulu.

d. Berilah perhatikan khusus padanya pada saat saat tertentu (saat ulang tahun kelahiran atau pernikahan dll) dengan memberinya sebentuk tanda perhatian (misalkan membelikannya sebuah mobil baru atau sebungkus kerupuk kesukaanya)

e. Pilihlah jalan curhat (curah perhatian) pada keluarga ( terutama ayah dan ibu) atau seorang ahli perkawinan/ ahli psikologi tentang masalahmu, tergantung berat atau tidak masalah itu. 

  1. Guru, apa yang sebaiknya dihindari dalam membina kehidupan berumah tangga?
a.       Hindarkan perbuatan yang bisa menyakiti hati pasangan
b.      Segera minta maaf bila telah kelepasan mengeluarkan kata kasar atau tak pantas didengar.
c.       Jangan melakukan KDRT (kekerasan dalam rumah tangga), sebab kau bisa dipenjara
d.      Jangan bercerai bila masih bisa diusahakan untuk bersatu, walaupun kalian menemui masalah berat misalkan terjadi perselingkuhan diantara keduanya. Bukankah sesungguhnya Tuhan membenci perceraian?

  1. Guru, bolehkah saya tidak menikah atau kawin?
-          Boleh saja sebab perkawinan bukan merupakan ritual keagamaan tapi ritual kebudayaan semata. Kau boleh tidak melaksanakan perkawinan atau pernikahan, bila kau merasa belum siap atau mampu mengurus atau menghidupi anak isterimu tetapi bila ada yang membantu, misalkan orang tuamu kaya atau kau memiliki banyak warisan, maka kau bisa melaksanakan perkawinan atau pernikahan itu, kalau pasanganmu setuju. Dalam sebuah perkawinan atau pernikahan pada umumnya seorang pria berkewajiban untuk membiayai isteri serta anaknya sebagai bentuk tanggung jawab. Biaya ini disebut nafkah, tetapi karena adanya anak sebagai hasil perkawinan mereka berdua itu, maka isteri diperbolehkan membantu mencari nafkah tambahan, terutama bila sang suami sakit atau tak mampu membiayai kebutuhan rumah tangga itu.

$$$


Tidak ada komentar:

Posting Komentar