Sabtu, 26 Oktober 2013

Apa Itu Santet?



Santet atau Tenung adalah ilmu sihir yang menggagas tindak laku mempengaruhi/mencederai seseorang dengan serangan ilmu ghoib yang bermuara pada kesyirikan, karena sang dukun berkolaborasi dengan "kekuatan anti Tuhan". Kekuatan ini diperoleh dengan "lelaku prihatin" atau "persembahan jiwa" pada sang pemberi kekuatan, yatu setan/roh kegelapan. Budhiroso percaya bahwa manusia memiliki sisi gelap, yaitu nafsu angkara murka yang kalau tidak dikendalikan, maka akan membuat kerusakan di muka bumi.

 $$$

Senin, 07 Oktober 2013

Jalan Tak Terduga

Ini jalan tak biasa, walaupun demikian melaluinya pun tidaklah sesederhana yang kau kira. Maaf saja bila segala karsaku kau rengkuh jua. Tak apalah dirimu berlaga di pembaringan, senantiasa menepikan harapan dan sejumput sayang. Kalau kau kembali, bilang terus terang, kerna rasa sayang ini tak hilang jua, walaupun turun gerimis bernada pilu. Aku pasti pulang, kapan itu, tanyakan pada buluh perindu yang berderit lirih menanti sebilah keputusan menentukan. Kemaren lusa, katanya ada kabar dari saudara, kabar apakah itu? Tak sudah engkau berbilang kata, berbusa busa, menyemprot keheningan malam nan manja. Mari sini, ini sengaja kurangkai untukmua. Seuntai kembang mayang berwarna ceria, kesetiaan itu sudah usang, tapi cobalah untuk bertandang bersama hembusan angin, yang terbawa dari gulma, ladang, atau lelapangan. Tak ada sepi bagiku, seonggok piring sisa pesta kemarin masihlah membayang dalam cerocos dingin malam. Tak sabar aku menunggu, segera tinggalkan kenangan masa lalu, bersenda gurau bukanlah tabu, asal waktu remang tiba segera pulang. Ini kembang belumlah layu benar, segera sirami dengan sekedar ungkapan, tak pandang bulu tak pandang sembilu. Tuan, tadi pagi ada tamu, katanya tuan harus segera menghadap, pesannnya, jangan bawa masa lalu, mungkin itu ada benarnya, tak tahulah Tuan, bahwa hidup dan kehidupan itu, jalin menjalin bak tikar pandan. Pakaian putih ini, selalu kau jaga agar bersih senantiasa menjelang. Aku ini citra lagak lagumu, yang berkokok leksana ayam jantan berkalang, menantang, menerjang, mencari pengganti tahta dan kekuasaan. Lekaslah berdandan Tuan, bersimbah harum kesuma lautan. Tak inginkah Tuan beristirah barang sejenak, setelah seharian berkubang keringat berlanjut lanjut. Segera lantunkan lagu kenangan, walaupun tak jua ketemu, riangkan waktu bersama setitik kehangatan. Jangan ragu, hidup bukanlah sekedar memakan kayuhan dan menguapkan masa lalu. Segera datang dan jumpa, saudara jauh mungkin masih bisa dikenang. Melajulah kedepan, angin buritan tak akan mengganggu. Melajulah cinta, angin muson kan segera tiba. Mari bersua, menepi pantai harapan.$$$

Balada Pekerja Kontrak

Pagi buta bermenung diri menanti lolongan mentari. Keringat ini masih meneteskah, kuharapkan begitu adanya. Sudah saatnya berhenti menari diatas gunungan pasir, melembutkan pinggir pinggir jalanan. Saat bunyi desing sekop menyalak bertalu bergantian, didera sayang napas jalanan. Tak sudi aku mampir, walaupun sejenak. Kerinduan pada tingkah gadis yang bermanja diselera candanya, masih membuatku muak. Deru nafas ini jangan dianggap tabu, tak berkesudahan, sebab pijakan dunia bisa saja mengkilirkan jejarian telapak kaki kita. Keaatas mana berlelahan pergi? Mungkin hanya berputar putar menuangkan pesona diri, mari bersolek selagi sempat, tertundapun tak biarkan kau barang semenit. Berjalan kaki kearah temaram cahya padang rembulan seraya menekuk perasaan cinta yang menghempas diatas buih kenangan, berlalu lalang dalam doa yang dihibahkan keharibaan sang bumi, meranggas. Kutunggu suara merdu bunyi pasir yang jatuh diatas peraduan bak truk, yang dulu sempat kita jalani lekuk lakunya diantara desah nafas manja gadis merana. Saat yang paling menyenangkan bagi laku kita, mungkin panggilan lembut akhir minggu, ketiga sejumput uang hinggap berselip. Lusuh itu memang, tapi kalaulah pacar tak juga datang, sebatang cerutu klobot mungkin bisa mengundang. Sudahlah, kita jalani saja sisa hidup ini, toh tetap saja gurih nikmat itu hanya nuansa. Kunanti kau diujung bukit, saat saat ku merasa merindu, pada dera manja anak juragan, bolehlah kau tawarkan sebagai teman sepenunggu. Ini bukit menunggu saudara, bertetakan godam, berhingar di telinga para saudagar yang datang menawarkan harapan. Bukit ini terasa hampa tanpa kehadiran awan, bersenda gurau disaat jeda kerja tiba. Berharap pada belas kasihan adalah fatamorgana, semuanya harus diperjuangkan, dilelahkan, dilayukan. Sampai suatu saat terdengar suara roboh matahari yang kelelahan saat segumpal terang datang menjelang diterpa lampu malam. Selesai sudah bias mengkilat di tubuh ilalang, yang bakal pergi saat kemarau tiba. Semuanya bisa saja dirunding, asalkan ada saat bicara. Jangan anggap enteng pertemuan itu, dipandang sebelah mata tak usah bimbang.

Angin Liar Retak

Malam remang melantunkan lagu lamanya, dingin berkesepian, menakutkan. Tak tahukah engkau, saat ini bintang dilangit lagi bermuram durja, disaput mendung menggantung, tak henti hentinya merengek rengek pada rembulan, agar segera diturunkan serinai hujan. Sebahagia akukah engkau, yang bermalam dengan sepotong daging kambing rebus, kuah belimbing berbacam ikan sepat kering dan saos wijen. Hidup ini agak liat memang, tapi kalau engkau mengunyahnya dengan pelan dan hati hati, tak ada kenikmatan yang tak bisa dikecap. Jangan dikenang. Siapa yang menghujat? Entahlah, kebosanan kadang sering datang tanpa diundang. Siapa takut? Kejenuhan bisa jadi membawa nikmat bila sempat kau hantarkan beserta sekaleng bir dan sebungkus popcorn rasa pedas. Lupakan semuanya, kekasih yang malas berdandan lagi, setelah puas mengarungi berlekuk kenikmatan berhidup ranjang. Ayo tunggu apalagi, kekasih lama menanti di perempatan jalan. Bagaimana dengan kenangan ikan panggang di pantai lapuk, bukankah baunya terasa gurih dan menantang. Dimana para pecundang? Lupakan saja, toh permainan hidup tak boleh dibawa ke tempat tidur, apalagi mempermasalahkan dengkur kekasih yang kelelahan. Bagaimana dengan anak anak? Wah, biarkan saja, mereka adalah dunia kecil kita, yang merasa tak memilikinya tanpa tangisan merajuk, merengek, memanja. Kekasihku, katanya dengan menggelayutkan selingkar tangannnya yang kukuh dan sedikit ramping, masak apa kita hari ini, atau kita serahkan saja sementara, pada koki langganan kita, nan gendut dan sedikit menjengkelkan, kala merasa hidangannya belum sempurna benar, sementara tangan kita tak sabar, ribut melulu memainkan sendok garpu di meja pesanan. Segeralah berangkat dewasa wahai kekasih kecilku, kapan kita bersua. Aku sudah tak ragu menunggu, sebait puisi, segelas sampanye, sepotong daging panggang, cukup untuk menorehkan kenangan runyam pada malam purnama menjelang. Katanya, tak suka daging panggang, baunya yang mengundang dan meranggas selera, serasa membuatku selalu ingin berlarian di padang rumput ilalang sepi. Sebaiknya kita menepi saja, disini sudah terasa lapang, segera lepas seleramu, jangan sampai aku memendam makian yang tak berkesudahan.