Malam
remang melantunkan lagu lamanya, dingin berkesepian, menakutkan. Tak
tahukah engkau, saat ini bintang dilangit lagi bermuram durja, disaput
mendung menggantung, tak henti hentinya merengek rengek pada rembulan,
agar segera diturunkan serinai hujan. Sebahagia akukah engkau, yang
bermalam dengan sepotong daging kambing rebus, kuah belimbing berbacam
ikan sepat kering dan saos wijen. Hidup ini agak liat memang, tapi kalau
engkau mengunyahnya dengan pelan dan hati hati, tak ada kenikmatan yang
tak bisa dikecap. Jangan dikenang. Siapa yang menghujat? Entahlah,
kebosanan kadang sering datang tanpa diundang. Siapa takut? Kejenuhan
bisa jadi membawa nikmat bila sempat kau hantarkan beserta sekaleng bir
dan sebungkus popcorn rasa pedas. Lupakan semuanya, kekasih yang malas
berdandan lagi, setelah puas mengarungi berlekuk kenikmatan berhidup
ranjang. Ayo tunggu apalagi, kekasih lama menanti di perempatan jalan.
Bagaimana dengan kenangan ikan panggang di pantai lapuk, bukankah baunya
terasa gurih dan menantang. Dimana para pecundang? Lupakan saja, toh
permainan hidup tak boleh dibawa ke tempat tidur, apalagi
mempermasalahkan dengkur kekasih yang kelelahan. Bagaimana dengan anak
anak? Wah, biarkan saja, mereka adalah dunia kecil kita, yang merasa tak
memilikinya tanpa tangisan merajuk, merengek, memanja. Kekasihku,
katanya dengan menggelayutkan selingkar tangannnya yang kukuh dan
sedikit ramping, masak apa kita hari ini, atau kita serahkan saja
sementara, pada koki langganan kita, nan gendut dan sedikit
menjengkelkan, kala merasa hidangannya belum sempurna benar, sementara
tangan kita tak sabar, ribut melulu memainkan sendok garpu di meja
pesanan. Segeralah berangkat dewasa wahai kekasih kecilku, kapan kita
bersua. Aku sudah tak ragu menunggu, sebait puisi, segelas sampanye,
sepotong daging panggang, cukup untuk menorehkan kenangan runyam pada
malam purnama menjelang. Katanya, tak suka daging panggang, baunya yang
mengundang dan meranggas selera, serasa membuatku selalu ingin berlarian
di padang rumput ilalang sepi. Sebaiknya kita menepi saja, disini sudah
terasa lapang, segera lepas seleramu, jangan sampai aku memendam makian
yang tak berkesudahan.
SULUK JAGAD: "Alam terkembang jadi Ayatullah, Ayatullah terkembang jadi Guru". Selamat datang, ayo bergabung! Salam Rahayu, Sagung Dumadi! dari Paguyuban Budhiroso Sejati. Pertanyaan, kritik dan saran, harap ditujukan langsung ke roosdiansyahpribadi@gmail.com. Donasi mohon ditransfer ke Bank Mandiri Norek 140-00-1351363-6
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar