Siapa Sunan Kalijogo itu?
Beliau lahir di Tuban (Jawa Timur), pada tahun 1450 M.
Ayahnya bernama Arya Wilatikta, Adipati Tuban yang merupakan keturunan dari
Ronggolawe. Setelah berselisih dengan sang ayah tentang teori kemamuran rakyat dengan pertanyaan “mengapa cadangan padi di lumbung kadipaten
melimpah tapi rakyat kelaparan”, karena dianggap menggurui, maka ayahnya marah.
Tanpa setahu ayahnya, lumbung padi itupun dibongkarnya dan isinya dibagikan
kepada rakyat. Setelah ketahuan, maka Raden Mas Said pun diusir dari kraton
kadipaten. Dengan hati patah ia melakukan aksi perampokan pada pejabat kadipaten yang kaya dan hasilnya
dibagikan kepada rakyat, sehinnga beliau mendapat julukan Lokajaya (perampok
budiman). Sampai suatu saat ia bertemu dengan ulama besar Syech Maulana Makhdum
Ibrahim alias Sunan Bonang dan berdebat soal “tujuan yang baik (bersedekah),
apa boleh diawali dengan aksi yang buruk
(merampok)”, karena kalah ilmu maka perdebatan itu dimenangkan ole Sunan Bonang
dengan tesis “bahwa pada dasarnya apa haq (benar), tak dapat dicampur adukkan
dengan yang bathil (buruk), kerena kedua sifat itu beda wilayah atau berlawanan
hakikat”. Akhirnya Raden Mas Said berguru pada Sunan Bonang. Ia diajari melatih
kesabaran dan ketenangan dengan bertapa di tepi sungai dengan memandang arus sungai
yang mengalir selama 10 tahun. Setiap arus kali dipenuhi sampah ia lalu
membersihkannya/mengentasnya karena mengganggu konsentrasi bertapanya.
Pemilihan cara bertapa seperti ini karena mengingat RM Said gemar melakukan kungkum
atau berendam. Pada umumnya orang bertapa di gua atau dibawah pohon. Lantas
orangpun ramai menjuluki Sunan Kalijaga (artinya penjaga kali). Dalam melakukan
dakwahnya Sunan Kalijaga memakai media kesenian, yaitu dongeng wayang dan
gamelan Jawa. Ponokawan (Semar, Gareng, Petruk dan Bagong) adalah tokoh sisipan
dalam dunia pewayangan yang merupakan hasil rekaannya tentang penggambaran
kesetiaan para pamong yang mengemban daulat Raja. Karya Sunan Kalijaga yang paling
terkenal hingga saat ini adalah lagu tembang Lir Ilir, suatu syair dalam bahasa
Jawa yang sarat dengan pesan pesan tentang
upaya perdamaian, ketersediaan pangan dan kebersihan lingkungan di tanah Jawa..
Tulisan lain tentang Sunan Kalijogo.
Masyarakat Cirebon berpendapat bahwa nama Sunan Kalijaga berasal dari
dusun Kalijaga di Cirebon. Sunan Kalijaga memang pernah tinggal di
Cirebon dan bersahabat erat dengan Sunan Gunung Jati. Kalangan Jawa
mengaitkannya dengan kesukaan wali ini untuk berendam (‘kungkum’) di
sungai (kali) atau “jaga kali”. Namun ada yang menyebut istilah itu
berasal dari bahasa Arab “qadli dzaqa” yang menunjuk statusnya sebagai
“penghulu suci” kesultanan.
Masa hidup Sunan Kalijaga diperkirakan mencapai lebih dari 100 tahun.
Dengan demikian Sunan Kalijaga mengalami masa akhir kekuasaan Majapahit
(berakhir 1478), Kesultanan Demak, Kesultanan Cirebon dan Banten,
bahkan juga Kerajaan Pajang yang lahir pada 1546 serta awal kehadiran
Kerajaan Mataram dibawah pimpinan Panembahan Senopati. Sunan Kalijaga
ikut pula merancang pembangunan Masjid Agung Cirebon dan Masjid Agung
Demak. Tiang “tatal” (pecahan kayu) yang merupakan salah satu dari tiang
utama masjid adalah kreasi Sunan Kalijaga.
Dalam dakwah, Sunan Kalijaga punya pola yang sama dengan mentor
sekaligus sahabat dekatnya, Sunan Bonang. Paham keagamaannya cenderung
“sufistik berbasis salaf” -bukan sufi panteistik (pemujaan semata). Ia
juga memilih kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah.
Sunan Kalijaga sangat toleran pada budaya lokal. Sunan Kalijaga
berpendapat bahwa masyarakat akan menjauh jika diserang pendiriannya.
Maka mereka harus didekati secara bertahap: mengikuti sambil
mempengaruhi. Sunan Kalijaga berkeyakinan jika Islam sudah dipahami,
dengan sendirinya kebiasaan lama hilang.
Maka ajaran Sunan Kalijaga terkesan sinkretis dalam mengenalkan
Islam. Sunan Kalijaga menggunakan seni ukir, wayang, gamelan, serta seni
suara suluk sebagai sarana dakwah. Sunan Kalijaga pencipta Baju takwa,
perayaan sekatenan, grebeg maulud, Layang Kalimasada, lakon wayang
Petruk Jadi Raja. Lanskap pusat kota berupa Kraton, alun-alun dengan dua
beringin serta masjid diyakini sebagai karya Sunan Kalijaga.
Metode dakwah tersebut sangat efektif. Sebagian besar adipati di Jawa
memeluk Islam melalui Sunan Kalijaga. Di antaranya adalah Adipati
Padanaran, Kartasura, Kebumen, Banyumas, serta Pajang (sekarang Kotagede
– Yogya). Sunan Kalijaga dimakamkan di Kadilangu -selatan Demak.
(Sumber : atifhidayat.wordpress.com)
(Sumber : atifhidayat.wordpress.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar