Senin, 07 Oktober 2013

Balada Pekerja Kontrak

Pagi buta bermenung diri menanti lolongan mentari. Keringat ini masih meneteskah, kuharapkan begitu adanya. Sudah saatnya berhenti menari diatas gunungan pasir, melembutkan pinggir pinggir jalanan. Saat bunyi desing sekop menyalak bertalu bergantian, didera sayang napas jalanan. Tak sudi aku mampir, walaupun sejenak. Kerinduan pada tingkah gadis yang bermanja diselera candanya, masih membuatku muak. Deru nafas ini jangan dianggap tabu, tak berkesudahan, sebab pijakan dunia bisa saja mengkilirkan jejarian telapak kaki kita. Keaatas mana berlelahan pergi? Mungkin hanya berputar putar menuangkan pesona diri, mari bersolek selagi sempat, tertundapun tak biarkan kau barang semenit. Berjalan kaki kearah temaram cahya padang rembulan seraya menekuk perasaan cinta yang menghempas diatas buih kenangan, berlalu lalang dalam doa yang dihibahkan keharibaan sang bumi, meranggas. Kutunggu suara merdu bunyi pasir yang jatuh diatas peraduan bak truk, yang dulu sempat kita jalani lekuk lakunya diantara desah nafas manja gadis merana. Saat yang paling menyenangkan bagi laku kita, mungkin panggilan lembut akhir minggu, ketiga sejumput uang hinggap berselip. Lusuh itu memang, tapi kalaulah pacar tak juga datang, sebatang cerutu klobot mungkin bisa mengundang. Sudahlah, kita jalani saja sisa hidup ini, toh tetap saja gurih nikmat itu hanya nuansa. Kunanti kau diujung bukit, saat saat ku merasa merindu, pada dera manja anak juragan, bolehlah kau tawarkan sebagai teman sepenunggu. Ini bukit menunggu saudara, bertetakan godam, berhingar di telinga para saudagar yang datang menawarkan harapan. Bukit ini terasa hampa tanpa kehadiran awan, bersenda gurau disaat jeda kerja tiba. Berharap pada belas kasihan adalah fatamorgana, semuanya harus diperjuangkan, dilelahkan, dilayukan. Sampai suatu saat terdengar suara roboh matahari yang kelelahan saat segumpal terang datang menjelang diterpa lampu malam. Selesai sudah bias mengkilat di tubuh ilalang, yang bakal pergi saat kemarau tiba. Semuanya bisa saja dirunding, asalkan ada saat bicara. Jangan anggap enteng pertemuan itu, dipandang sebelah mata tak usah bimbang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar