Pagi
buta bermenung diri menanti lolongan mentari. Keringat ini masih
meneteskah, kuharapkan begitu adanya. Sudah saatnya berhenti menari
diatas gunungan pasir, melembutkan pinggir pinggir jalanan. Saat bunyi
desing sekop menyalak
bertalu bergantian, didera sayang napas jalanan. Tak sudi aku mampir,
walaupun sejenak. Kerinduan pada tingkah gadis yang bermanja diselera
candanya, masih membuatku muak. Deru nafas ini jangan dianggap tabu, tak
berkesudahan, sebab pijakan dunia bisa saja mengkilirkan jejarian
telapak kaki kita. Keaatas mana berlelahan pergi? Mungkin hanya berputar
putar menuangkan pesona diri, mari bersolek selagi sempat, tertundapun
tak biarkan kau barang semenit. Berjalan kaki kearah temaram cahya
padang rembulan seraya menekuk perasaan cinta yang menghempas diatas
buih kenangan, berlalu lalang dalam doa yang dihibahkan keharibaan sang
bumi, meranggas. Kutunggu suara merdu bunyi pasir yang jatuh diatas
peraduan bak truk, yang dulu sempat kita jalani lekuk lakunya diantara
desah nafas manja gadis merana. Saat yang paling menyenangkan bagi laku
kita, mungkin panggilan lembut akhir minggu, ketiga sejumput uang
hinggap berselip. Lusuh itu memang, tapi kalaulah pacar tak juga
datang, sebatang cerutu klobot mungkin bisa mengundang. Sudahlah, kita
jalani saja sisa hidup ini, toh tetap saja gurih nikmat itu hanya
nuansa. Kunanti kau diujung bukit, saat saat ku merasa merindu, pada
dera manja anak juragan, bolehlah kau tawarkan sebagai teman sepenunggu.
Ini bukit menunggu saudara, bertetakan godam, berhingar di telinga para
saudagar yang datang menawarkan harapan. Bukit ini terasa hampa tanpa
kehadiran awan, bersenda gurau disaat jeda kerja tiba. Berharap pada
belas kasihan adalah fatamorgana, semuanya harus diperjuangkan,
dilelahkan, dilayukan. Sampai suatu saat terdengar suara roboh matahari
yang kelelahan saat segumpal terang datang menjelang diterpa lampu
malam. Selesai sudah bias mengkilat di tubuh ilalang, yang bakal pergi
saat kemarau tiba. Semuanya bisa saja dirunding, asalkan ada saat
bicara. Jangan anggap enteng pertemuan itu, dipandang sebelah mata tak
usah bimbang.
SULUK JAGAD: "Alam terkembang jadi Ayatullah, Ayatullah terkembang jadi Guru". Selamat datang, ayo bergabung! Salam Rahayu, Sagung Dumadi! dari Paguyuban Budhiroso Sejati. Pertanyaan, kritik dan saran, harap ditujukan langsung ke roosdiansyahpribadi@gmail.com. Donasi mohon ditransfer ke Bank Mandiri Norek 140-00-1351363-6
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar