Kamis, 21 Mei 2015

Puisi Penggugah hati

<PUISI DAYA KERJA>

Aku mendengar suara jeritan tonggeret di ujung sana
Yang tiba tiba berhenti menyaksikan ketelanjanganku
Aku melihat laba laba bersorak manakala jerat cintanya
tersambut rama rama

Aku bermimpi hidup abadi dengan energi planet bumi
yang mengharapkan ketinggian menjadi daya
yang mengharapkan gerak menjadi kerja
yang mengharapkan cahaya menjadi terang dunia
Aku bermimpi menenteng kit elektronic saat bercinta

Aku bersumpah atas tanah bumi yang gersang
dan akan merengek manja minta sedekah pada lenguhan purba
jerit nikmat para perempuan ditingkahi goyangan rambutnya yang menjuntai juntai
Aku bersumpah pada panas bumi
yang mengharumkan tubuh tubuh bersahaja menghiasi malam

Aku menangis diujung rasa
menyaksikan kekhilafan yang tiada henti tiada tara
menyaksikan kebodohan merebak membius para cendikia yang tak berdaya
menyaksikan ketakutan akan bunyi letupan kecepek di padang senja
Aku terpana pada kekosongan pikiran yang tak juga terisi belati

<AIR MATA DARAH>

Disini aku tersesat dalam 1001 lekuk lengkung labirin.
Tak tahu aku kemana hendak menuju.
Aku berpusing pusing dalam gelap.
Didera 7 macam kesumat.

Disini nyawa jalanan murah sekali.
Hanya 7 bath sekali beli.
Harga segitu katanya bisa meretas titian ke sorga.
Duh, Gusti...siapa aku ini.

Disini kita bisa dengan mudah sewaktu waktu mengumpulkan tulang belulang.
Dan daging segar berceceran menunggu pembeli.
Kalau tak ada pembeli, akan dipersembahkan pada Sang Dewa.
Duh, Gusti kemana aku hendak menuju.

Ada 1000 faksi disini.
Dan semuanya selalu menawarkan sorga.
Entah dengan cara apa atau apapun.
Air mata darah mengalir tiada henti.
Adakah keceriaan Raja Sehari.

<KOPERASI PETANI>

Duh biyung ini koperasi.
Wadah urat nadi kaum papa nan menderita.
Menunggu nasib tak kunjung baik tak kunjung berubah.
Kemana dimana engkau para ksatria pengisi perut rakyat.

Ini wadah tempat kami bernaung.
Membahas masalah bermasalah.
Kami ini kaum underdog yang hanya bisa bercocok tanam.
Mengharap datangnya kesuburan tanah harapan.

Duh Gusti kemana KUD itu.
Akankah ia tidur beratus tahun.
Yang tinggal hanyalah janji dan ikrar.
Nan tak pernah kunjung menjadi.

Wahai para tengkulak yang menghisap.
Inipun kau hisap jua.
Kamu si Raja Tega tak juga mau pergi.
Ataukah kau jelmaan kaum berdasi di belakang meja mengkilat di kota?

<PUISI KEMBANG DESA>

Aku meradang dalam lenggangan manja pinggang si kembang desa.
Tawa manjanya mampu membuatku terbang ke puncak ekstase.
Dihiasi swara air mengalir dalam alunan irama sorgawi.
Bermandikan cahaya mentari yang mencuri curi kesempatan turun
disela sela anggukan dedaunan bambu.

Aku berlari pada jalan setapak di pematang sawah Pak Lurah.
Ditingkah anggukan padi bernas
-yang mulai menguning dalam asuhan Dewi Sri.
Katanya ia akan mengasuh desa ini satu dasa warsa lamanya.
Selamat berbahagia Pak Lurah tugas itu membuat para punggawa 
dan warga lebih tenteram dalam membangun wilayah kecil nusantara.

Kemanakah engkau para tengkulak hitam?
Mengapa engkau tak berani jua mendekat?
Ya, aku takut kerna tengkulak putih koperasi telah datang.
Mereka datang berbondong bondong laksana burung bangau pulang menyambut malam.

Ini dana sudah mulai mengalir bermilyar rupiah.
- menyirami si Kembang Desa Berkembang Kembang.
Kuncupnya mulai hadir dan tak lama lagi akan mekar.
Ayo kumbang cepatlah datang bukankah ini saat yang kau tunggu tunggu?
Ya tentu saja aku akan datang -bersama perangkat hukum di lingkar sayapku.


$$$

Tidak ada komentar:

Posting Komentar