Minggu, 07 April 2013

Manusia Jawa?



Apa itu Manusia Jawa?
Adalah sebuah masyarakat yang memiliki filsafat hidup yang berpusat pada konsep harmoni. Konsep hidup bermasyarakat ini memiliki 2 landasan pokok yaitu,
Pertama, menghindari konflik dan menjaga sifat hidup rukun seperti tercantum dalam peribahasa rukun agawe santoso crah agawe bubrah artinya “kerukunan akan menjadi kuat, perselisihan hanya akan mendatangkan kehancuran”.
Kedua, sikap hidup ini harus dilandasi dengan siksp saling menghormati yang bertujuan pada terciptanya keselarasan hidup. Prinsip hidup manusia Jawa juga diungkapkan dalm ungkapan tata titi tentrem karta raharja yang berarti “tertata, cermat, tenteram dan sejahtera”. Dan untuk mengontrol nilai itu manusia Jawa memiliki beberapa norma sosial yang merupakan kendali perilakunya dalam hidup bermasyarakat, yaitu rukun, tepa-slira, jujur, andhap asor, aja dumeh, tulung-tinulung, wani ngalah, wani wedi, wani isen, kepotangan budi dll.

Manusia Jawa juga mengakui adanya kekuatan yang Maha Tinggi.  Terhadap kekuatan ini manusia berada pada posisi yang lemah dan tak memiliki kekuatan apapun seperti dalam ungkapan ora ono daya pikuwat saka manungsa kajaba among saking pitulunganing Gusti Allah artinya “tiada daya dan kekuatan apapun dari manusia kecuali hanya dengan bantuan Allah”

Manusia Jawa memiliki kepercayaan bahwa “hidup itu ada yang menghidupkan”. Oleh sebab itu segala kejadian yang dialami manusia merupakan kehendak Tuhan. Pandangan ini memberikan kekuatan dan semangat hidup manusia Jawa bahwa segala perbutan  dunia ini diupayakan sebagai sarana manecapai ridho Tuhan yang membutuhkan kebaikan hidup ketika didunia (utama) dan meninggalkan perbuatan buruk atau (nistha) sehingga dapat mencapai derajat manusa utama (manungsa utama). Kehendak yang kuat ini bertujuan untuk mencapai manunggaling manungsa kelawan gusti atau “bersatunga antara manusia dengan Tuhan” yang secara simbolis harus dipahami sebagai kembalinya manusia pada asalnya. Dalam hal ini manusia Jawa melambangkan kesatuan itu sebagai warangka (sarung keris) dengan curiga (mata keris).
 
Manusia Jawa percaya pada takdir Allah, pasrah ing ngarsa gusti atau pasrah pada kehendak Tuhan. Segala sesuatu yang menimpa dirinya selalu dikembalikan dan dilandasi pada adanya kemurahan Tuhan sesuai dengan ungkapan nrimo ing pandum, artinya segala rejeki yang diterimanya dipercaya merupakan kehendak Tuhan.

Manusia Jawa meyakini bahwa hidup itu hanya sebentar dan harus dilanjutkan untuk menjalani perjalanan panjang untuk menuju Tuhan Yang Maha Pencipta, sesuai ungkapan urip iku mung saderma mampir ngombe artinya “hidup itu hanyalah sekedar mampir untuk minum”. Oleh karena itu hidup adalah kesempatan untuk mencari bekal sebanyak banyaknya, bukan bekal harta melainkan bekal kebajikan dan amal perbuatan luhur.

Manusia Jawa memiliki sifat pasrah dan sumarah, dalam artian manusia sekedar berusaha sedangkan Tuhanlah yang menentukan sesuai dengan ungkapan beja cilaka dipesti pangeran atau “kebahagiaan dan penderitaan manusia ditentukan oleh Tuhan”

Manusia Jawa memiliki kebiasaan laku prihatin, yaitu pengekangan hawa nafsu yang diungkapkan dengan cegah dahar kelawan guling atau “mengurangi makan dan tidur” Bila ini dilaksanakan, maka akan diperoleh kebersihan lahir batin yang dilandasi oleh sikap eling lan waspada (selalu ingat dan waspada kepada Tuhan) terhadap keburukan yang datang dan godaan nafsu. Beberapa laku lain yang biasa dilakukan oleh manusia Jawa adalah semedhi, tirakat, tingkeban, brokohan, sepasaran, selapanan dan tedhak siten.
(Sumber : Ismail Yahya MA Dkk, 2009-3)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar