Kamis, 31 Mei 2012

Apa Itu Pangeraniro?


Bagiamana menerangkan wujud Pangeraniro?

Siapa Pangeraniro itu?
-    Pangeraniro (Tuhanmu) adalah sosok Sang Pencipta mula/awal jagad raya seisinya dan Pangeraniro Maha Kuasa, sebelum mahluk manusia turun kebumi. Setelah manusia berada di bumi, maka Awoh bukan satu satunya Sang Maha Pencipta di jagad raya, karena faktanya Awoh tak mampu menciptakan mobil atau meja. Juga awoh tak Maha Maha Kuasa lagi karena tak kuasa menyelamatkan seorang bayi dari kematian ketika dalam todongan belati manusia dewasa. Oleh karena itu manusia dianggap "Pangeraniro Katon" (Tuhan Yang Tampak) di bumi untuk mengelola isi jagad raya termasuk "mematikan" atau "mencabut" nyawa manusia seperti pada masa perang, aborsi serta pembunuhan. Kuasa manusia pada jagad raya akan berhadapan dengan "sifat wujud Pangeraniro sing tinakdir marang jagad gede" (sifat Pangeraniro yang ditakdirkan ada pada jagad raya", yaitu "siklus kehidupan, sebab akibat dan keseimbangan alam"

Dimana kedudukan Pangeraniro berada?
-   Sebelum Bapa Adam dan Ibu Siti Hawa diciptakan, maka kedudukan Awoh ada di Sorga. Setelah Bapa Adam dan Siti Hawa diciptakan untuk menghuni sorga, maka sosok Pangeraniro menghilang dan akan muncul lagi seperti “keringat yang keluar dari pori pori kulit “untuk berkomunikasi dengan penghuni sorga, lalu menghilang lagi.

Dimana sekarang Pangeraniro berada?
-    Setelah Bapa Adam dan Ibu Siti Hawa (asal usul manusia menurut Islam, Nasrani dan Yahudi) diturunkan dari sorga menuju dunia, maka wujud Pangeraniro  menghilang berubah "wujud" menjadi dzat “wujud Jagad Raya seisinya termasuk setiup roh Awoh untuk membuat manusia bernyawa” untuk melihat dan mengawasi manusia. Jadi sekarang Pangeraniro berwujud “binatang, tumbuhan, manusia, air, planet, bulan, matahari, galaksi, meteor, nebula dll”

Jadi ungkapan Gusti Pangeran Mboten Sare (Tuhan tidak tidur) itu benar, karena Pangeraniro terus berkomunikasi dengan manusia melalui gejala alam/rekasi reaksi alam. Kalau hutan kita tebang, maka Pangeraniro mereaksikan wujudnya dengan tanah longsor dan banjir. Sifat Pangeraniro  di jagad raya adalah berupa siklus kehidupan,sebab akibat dan keseimbangan alam.

- Antara matahari, planet dan bulan terkandung  keseimbangan gaya yang menimpanya,sehingga ke-tiga benda ini membentuk sistim kehidupan yang memiliki sikuls edar yang membentuk waktu siang dan malam.
-  Buah kelapa jatuh ke tanah tumbuh menjadi pohon kelapa baru setelah itu induknyamati karena tua.
-     Pohon pisang beranak/bertunas untuk meneruskan kehidupan pohon induknya.
-     Seekor singa hanya membunuh bila lapar, untuk menjaga keseimbangan alam.

Jadi sekarang sosok Pangeraniro bukan lagi sebuah pribadi, seperti seorang komandan menghadapi bawahan saat berdialog dengan malaikat ketika akan menciptakan manusia pertama (Adam-Hawa), tapi telah melebur dalam diri pribadi berwujud dzat  alam jagad raya seisinya termasuk setiup roh Pangeraniro yang hadir dalam diri manusia ketika dalam kandungan ibu.

Oleh karena itu sekarang Pangeraniro bisa berkomunikasi langsung dengan manusia melalui wahyu/wangsit dengan perantaraan ciptaanya yaitu malaikat pada nabi/rasul atau sosok wujud Pangeraniro melalui pertanda/firasat yang disampaikan, misalkan oleh binatang,angin, suara alam dll kepada manusia. Jadi Pangeraniro mboten sare (Tuhan tidak tidur). Bila sifat ketuhanan/Pangeraniroiyah/suci/baik manusia hilang, maka akan muncul sosok iblis/setan yang menggantikan dan akan membimbing manusia dalam alam kegelapan/kejahatan yang merusak sifatnya. Sifat merusak ini bisa hilang hanya dengan eling/ingat kepada Awoh.

$$$

Apakah Kiamat Itu?

Apa Itu Kiamat?

Kiamat adalah berakhirnya proses siklus kehidupan.

3 macam kiamat, yaitu :

1. Kiamat Besar : adalah berakhinya kehidupan mahluk di planet bumi dengan cepat.

  Kiamat ini bisa terjadi karena :

- Kejatuhan /benturan meteor raksasa dengan planet bumi,

- Siklus pembentukan hydrogen dalam reaksi nuklir di matahari mengalami penyimpangan atau terganggu, sehingga orbit bumi kacau  dan kemudian  bumi akan membentur bulan..

- Matahari tak mampu melaksanakan reaksi nuklirnya, sehingga sinar matahari tak muncul alias menjadi “dead star” atau bintang mati, akibatnya orbit bumi akan hilang.

- Matahari meledak oleh sebab sebab tertentu/supernova.


2. Kiamat Sedang : adalah punahnya manusia secara bersama sama dalam satu wilayah.

- Karena perang antar negara/suku dengan senjata biologi/kimia

- Karena perang nuklir,

- Karena bencana alam tsunami/gunung meletus/gempa bumi

- Karena banjir besar akibat naiknya permukaan air laut oleh pemanasan global.

- Suhu suatu wilayah di bumi  naik dengan ekstrim sehingga menyebabkan banyak manusia mati kepanasan,

- Karena penyakit menular yang tak ada obatnya, misalkan AIDS

-  Sistim genetik manusia tercemar limbah bahan kimia/radio aktif sehingga menyebabkan penyimpangan lalu menghasilkan keturunan letal/cacat.


3. Kiamat Kecil : Matinya seseorang.

Kelembaman memang milik semua benda yang bergerak. Kelembaman menyebabkan kecenderungan untuk selalu bergerak dan takkan pernah berhenti. Ada bermacam gerak. Ada gerak kehidupan, gerak planet, gerak bandul, gerak massa dan masih banyak lagi. Selagi bergerak, jangan dihentikan dengan tiba-tiba. Itu akan menciptakan ketidak-nyamanan. Dalam gerak, terdapat tujuan, massa dan momentum. Semua ada saatnya. Saat muncul-terbit dan saat tenggelam. Lalu percayakah anda, bahwa ada gerak yang telah digulirkan dan tak akan berhenti, karena capek? Kalau tak berhenti, maka itu tak memiliki kelembaman, sesuatu yang biasa dimiliki oleh benda bermassa. Bumi, bulan dan bintang memiliki kelembaman, ia adalah massa. Pada saatnya nanti ke-3 benda langit itu akan berhenti bergerak, mengikuti hukum alam. Dan keberhentiannya, disebut kiamat, atau tamat-berakhir usianya. 
$$$

Apa Itu Eling?

Eling adalah menyembah / menyerahkan diri / pulang  kehadapan Gusti Allah adalah proses penyerahan diri sepenuhnya akan kehendak Pangeraniro / Tuhanmu

Terdapat 3 Macam Eling, yaitu:
1. Eling Siro (ESI) : yaitu menyembah bersama sama di dalam tempat ibadah/lapangan (masjid/gereja/vihara). Eling ini berdimensi sosial.  

2. Eling Sujud (ESU) : yaitu menyembah sendirian/tidak bersama-sama di dalam ruangan/luar rumah. Eling ini berdimensi bathin.  

3. Eling Sare (ESA) : yaitu menyembah dengan hanya berdoa/menyebut asma Tuhan saja-ketika kesandung, saat melihat sesuatu yang hebat/ngeri atu indah, saat mendapat musibah dll.  Eling ini berdimensi pengakuan pada karsa Gusti Pangeraniro (misanya O My God!, Bismillah, Allahu Akbar dll). 

Berapakali kita senantiasa menyebut nama tuhan dalam sehari, seminggu atau sebulan? Kita selalu menyebut nama tuhan kita, bila kita sedang dalam kesulitan, keheranan, keterkejutan, 
atau sekedar untuk eling-ingat dengan suara yang lembah-merendah atau untuk mengusir kejenuhan saja? Kita hidup dalam dunia yang majemuk (plural), semua kalangan dan kepercayaan bisa saling bertemu dan berinteraksi satu dengan yang lain. Bila tak terjadi kata selaras, maka akan bergesekan, lebih besar akan bertabrakan. Ini akan menciptakan konflik, lantas kita harus eling-ingat pada Tuhan, Sang Pencipta keaneka-ragaman. Jangan jumawa-sombong untuk memaksakan diri pada kehendak pribadi, itu gak-ilok atau tidak endah-cantik. Kesadaran pemetaan atas masalah yang dihadapi dibutuhkan dalam menyikapi keadaan yang sesulit apapun. Tidak grusa-grusu, sembrono dalam mengambil tindakan. Semuanya harus melalui tahapan gagasan-laku dan kontrol, agar hasilnya sesuai dengan kaidah yang normal-baik, bisa diterima lingkungan. Elinglah setiap saat, sebut nama Tuhan, 
agar jalurmu tetap pada track yang benar dan diberkahi.

&&&

Minggu, 27 Mei 2012

Siapa Sunan Kalijogo?


Siapa Sunan Kalijogo itu?
Beliau lahir di Tuban (Jawa Timur), pada tahun 1450 M. Ayahnya bernama Arya Wilatikta, Adipati Tuban yang merupakan keturunan dari Ronggolawe. Setelah berselisih dengan sang ayah tentang teori kemamuran rakyat  dengan pertanyaan  “mengapa cadangan padi di lumbung kadipaten melimpah tapi rakyat kelaparan”, karena dianggap menggurui, maka ayahnya marah. Tanpa setahu ayahnya, lumbung padi itupun dibongkarnya dan isinya dibagikan kepada rakyat. Setelah ketahuan, maka Raden Mas Said pun diusir dari kraton kadipaten. Dengan hati patah ia melakukan aksi perampokan pada  pejabat kadipaten yang kaya dan hasilnya dibagikan kepada rakyat, sehinnga beliau mendapat julukan Lokajaya (perampok budiman). Sampai suatu saat ia bertemu dengan ulama besar Syech Maulana Makhdum Ibrahim alias Sunan Bonang dan berdebat soal “tujuan yang baik (bersedekah), apa boleh diawali  dengan aksi yang buruk (merampok)”, karena kalah ilmu maka perdebatan itu dimenangkan ole Sunan Bonang dengan tesis “bahwa pada dasarnya apa haq (benar), tak dapat dicampur adukkan dengan yang bathil (buruk), kerena kedua sifat itu beda wilayah atau berlawanan hakikat”. Akhirnya Raden Mas Said berguru pada Sunan Bonang. Ia diajari melatih kesabaran dan ketenangan dengan bertapa di tepi sungai dengan memandang arus sungai yang mengalir selama 10 tahun. Setiap arus kali dipenuhi sampah ia lalu membersihkannya/mengentasnya karena mengganggu konsentrasi bertapanya. Pemilihan cara bertapa seperti ini karena mengingat RM Said gemar melakukan kungkum atau berendam. Pada umumnya orang bertapa di gua atau dibawah pohon. Lantas orangpun ramai menjuluki Sunan Kalijaga (artinya penjaga kali). Dalam melakukan dakwahnya Sunan Kalijaga memakai media kesenian, yaitu dongeng wayang dan gamelan Jawa. Ponokawan (Semar, Gareng, Petruk dan Bagong) adalah tokoh sisipan dalam dunia pewayangan yang merupakan hasil rekaannya tentang penggambaran kesetiaan para pamong yang mengemban daulat Raja. Karya Sunan Kalijaga yang paling terkenal hingga saat ini adalah lagu tembang Lir Ilir, suatu syair dalam bahasa Jawa yang sarat dengan pesan pesan  tentang upaya perdamaian, ketersediaan pangan  dan kebersihan lingkungan di tanah Jawa..

Tulisan lain tentang Sunan Kalijogo.
Masyarakat Cirebon berpendapat bahwa nama Sunan Kalijaga berasal dari dusun Kalijaga di Cirebon. Sunan Kalijaga memang pernah tinggal di Cirebon dan bersahabat erat dengan Sunan Gunung Jati. Kalangan Jawa mengaitkannya dengan kesukaan wali ini untuk berendam (‘kungkum’) di sungai (kali) atau “jaga kali”. Namun ada yang menyebut istilah itu berasal dari bahasa Arab “qadli dzaqa” yang menunjuk statusnya sebagai “penghulu suci” kesultanan.
Masa hidup Sunan Kalijaga diperkirakan mencapai lebih dari 100 tahun. Dengan demikian Sunan Kalijaga mengalami masa akhir kekuasaan Majapahit (berakhir 1478), Kesultanan Demak, Kesultanan Cirebon dan Banten, bahkan juga Kerajaan Pajang yang lahir pada 1546 serta awal kehadiran Kerajaan Mataram dibawah pimpinan Panembahan Senopati. Sunan Kalijaga ikut pula merancang pembangunan Masjid Agung Cirebon dan Masjid Agung Demak. Tiang “tatal” (pecahan kayu) yang merupakan salah satu dari tiang utama masjid adalah kreasi Sunan Kalijaga.
Dalam dakwah, Sunan Kalijaga punya pola yang sama dengan mentor sekaligus sahabat dekatnya, Sunan Bonang. Paham keagamaannya cenderung “sufistik berbasis salaf” -bukan sufi panteistik (pemujaan semata). Ia juga memilih kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah.
Sunan Kalijaga sangat toleran pada budaya lokal. Sunan Kalijaga berpendapat bahwa masyarakat akan menjauh jika diserang pendiriannya. Maka mereka harus didekati secara bertahap: mengikuti sambil mempengaruhi. Sunan Kalijaga berkeyakinan jika Islam sudah dipahami, dengan sendirinya kebiasaan lama hilang.
Maka ajaran Sunan Kalijaga terkesan sinkretis dalam mengenalkan Islam. Sunan Kalijaga menggunakan seni ukir, wayang, gamelan, serta seni suara suluk sebagai sarana dakwah. Sunan Kalijaga pencipta Baju takwa, perayaan sekatenan, grebeg maulud, Layang Kalimasada, lakon wayang Petruk Jadi Raja. Lanskap pusat kota berupa Kraton, alun-alun dengan dua beringin serta masjid diyakini sebagai karya Sunan Kalijaga.
Metode dakwah tersebut sangat efektif. Sebagian besar adipati di Jawa memeluk Islam melalui Sunan Kalijaga. Di antaranya adalah Adipati Padanaran, Kartasura, Kebumen, Banyumas, serta Pajang (sekarang Kotagede – Yogya). Sunan Kalijaga dimakamkan di Kadilangu -selatan Demak.
(Sumber : atifhidayat.wordpress.com)

Kejawen Padepokan Pengging

 

AJARAN KEJAWEN DARI PADEPOKAN PENGGING JOGYAKARTA

Untuk siapa saja yang ingin mengetahui kejawen lebih mendalam, maka disini akan diberikan butir butir nilai kehidupan Jawa dari Ki Demang Sokowetan yang sejalan dengan gagasan ajaran Ki Ageng Kenanga.

PAUGERANING NGAURIP TUMPRAP WONG JOWO

(P) = Pituduh/Petunjuk, (W) = Wewaler/Larangan

I. Paugeran Kanggo Kapercayan:

1.  (P) Pangéran Kang Måhå Kuwåså (Gusti Allah, Tuhan) iku siji, angliputi ing ngêndi papan, langgêng, síng nganakaké jagad iki saisiné, dadi sêsêmbahan wóng saalam donyå kabèh, panêmbahan nganggo carané dhéwé-dhéwé.

2.  (P) Pangéran Kang Måhå Kuwåså iku anglimput ånå ing ngêndi papan, anèng sira ugå ånå Pangéran (maksudé : tajaliné Kang Múrbèng Dumadi).

3.  (P) Pangéran iki Måhå Kuwåså, pêpêsthèn såkå karsaning Pangéran ora ånå síng biså murúngaké.

4.  (P) Pangéran iku nitahaké sirå lantaran båpå lan biyúngirå, mulå kudu sirå ngurmati marang båpå lan biyúngirå.

5.  (P) Ing donyå iki ånå róng warnå síng diarani bêbênêr, yakuwi bênêr mungguhíng Pangéran lan bênêr såkå kang lagi kuwåså.

6.  (P) Kêtêmu Gusti (Pangéran) iku lamún sira tansah élíng.

7.  (P) Cåkrå manggilingan (uríp iku ibaraté rodhå kang tansah mubêng).

8.  (P) Åjå sirå wani-wani ngaku Pangéran, sênadyan kawrúhira wís tumêka "Ngadêg Sarirå Tunggal" utåwå bisa mêngêrtèni "Manunggaling Kawulå Gusti".

9.  (P) Åjå ndisiki kêrså.

10.                    (W) Åjå sirå wani marang wóng tuwanira, jalaran sirå bakal kênå bêndhu såkå Kang Múrbèng Dumadi.

11.                    (W) Åjå múng kèlingan lan migatèkaké barang kang katón baé, sêbab kang katón gumêlar iki anané malah ora langgêng.

12.                    (W) Åjå darbé pangirå yèn lêlêmbút iku mêsthi alané, jalaran síng apik iyå ånå, síng ålå iyå ånå, ora bédå karo manungså.

13.                    (W) Åjå lali sabên ari (dinå) éling marang Pangéranira, jalaran sêjatiné sirå iku tansah katunggón Pangéranirå.

 

II. Paugeran Kautamaning Batin:

 

1.  (P) Kahanan donyå iku ora langgêng, mulå åjå ngêgungaké kasugihan lan drajadira, awít samångså wolak-walikíng jaman ora kisinan.

2.  (P) Kahanan kang ånå iki ora suwé mêsthi ngalami owah gingsír, mulå åjå lali marang sapådhå-padhaníng tumitah.

3.  (P) Síng såpå sênêng ngrusak katêntrêmaníng liyan bakal dibêndhu déning Pangéran lan diwêlèhaké déning tumindaké dhéwé.

4.  (P) Watakíng manungså iku kêpingín kuwåså, nangíng Pangéran iku bakal maríngaké panguwåså miturút kêrsané Pangéran pribadi.

5.  (P) Janmå iku tan kênå kinåyå ngåpå, mulå sirå åjå sênêng ngaku lan rumangsa pintêr dhéwé.

6.  (P) Ramé ing gawé sêpi ing pamrih, mêmayu hayuníng bawånå.

7.  (P) Manungså sadêrmå nglakóni, kadyå wayang saupamané.

8.  (P) Mulat sarirå, tansah élíng lan waspådå.

9.  (P) Sabêgjå-bêgjané kang lali, luwih bêgjå kang élíng klawan waspådå.

10.                    (P) Síng såpå salah sèlèh, lan mélík nggéndhóng lali.

11.                    (P) Nglurúg tanpå bålå, sugíh ora nyimpên, sêkti tånpå maguru, lan mênang tanpå ngasóraké.

12.                    (P) Yèn sirå dibêciki liyan tulisên ing watu supåyå ora ilang lan tansah kèlingan, yèn sirå gawé kabêcikan marang liyan tulisên ing lêmah, supåyå énggal ilang lan ora kèlingan.

13.                    (P) Síng sênêng gawé nêlangsané liyan iku ing têmbé bakal kênå piwalês såkå panggawéné dhéwé.

14.                    (P)Lamún sirå múng sênêng dialêm baé, ing têmbé kêtêmu bab-bab kang kurang prayogå.

15.                    (W) Wani ngalah luhúr wêkasané.

16.                    (W) Åjå sênêng gawé rusakíng liyan, jalaran sirå bakal kênå siku dhêndhaning Guru Sêjatinirå.

17.                    (W) Åjå sira nyacad piyandêling liyan, jalaran durúng mêsthi yèn piyandêlirå iku síng bênêr dhéwé.

18.                    (W) Åjå lali marang kêbêcikan liyan.

19.                    (W) Åjå sirå dêgsurå, ngaku luwíh pintêr tinimbang séjéné.

20.                    (W) Åjå rumangsa bênêr dhéwé, jalaran ing donya iki ora ånå síng bênêr dhéwé.

21.                    (W) Åjå wêdi kangèlan, jalaran uríp anèng donyå iku pancèn angèl.

22.                    (W) Åjå gawé sêrík atining liyan lan åjå golèk mungsúh.

23.                    (W) Åjå sirå mulang gêthing marang liyan, jalaran iku bakal nandúr cêcongkrahan kang ora ånå uwis-uwisé.

24.                    (W) Åjå ngumbar håwå napsu lan åjå mélík darbèkíng liyan, mundhak sêngsårå uripé.

 

III. Paugeran Laku Budi Utomo:

 

1.  (P) Ålå lan bêcík iku dumunúng ånå awaké dhéwé, mélík nggéndhóng lali, ngundhúh wóhíng pakarti.

2.  (P) Síng såpå lali marang kabêcikan liyan, iku kåyå kéwan.

3.  (P) Ajiníng dhiri iku dumunúng ånå ing lathi lan budi.

4.  (P) Yitnå yuwånå, lénå kênå.

5.  (P) Ålå kêtårå, bêcík kêtitík.

6.  (P) Klabang iku wisané ånå ing capité. Kålåjêngkíng wisané múng ånå pucúk buntút (êntúp). Yèn ulå mung dumunúng ånå untuné ulå kang duwé wiså. Nangíng yèn durjånå wisané dumunúng ånå ing sakujúr badan.

7.  (P) Rawé-rawé rantas, malang-malang putúng.

8.  (P) Mumpúng ênóm ngudiyå laku utåmå.

9.  (P) Síng prasåjå, pêrcåyå marang dhiri pribadi.

10.                    (P) Ngèlmu pari, såyå isi såyå tumungkúl.

11.                    (P) Wóng mati iku bandhané ora digåwå.

12.                    (P) Wóng iku kudu ngudi kabêcikan, jalaran kabêcikan iku sanguníng uríp.

13.                    (P) Wóng kang ora gêlêm ngudi kabêcikan iku prasasat sétan.

14.                    (P) Wóng linuwíh iku ambêg wêlasan lan sugíh pangapurå.

15.                    (P) Pêrang tumrap awaké dhéwé iku pambudidåyå murih bisa mèpèr håwå nêpsu.

16.                    (P) Ngèlmu iku kêlakóné kanthi laku, sênajan akèh ngèlmuné lamún ora ditangkaraké lan ora digunakaké, ngèlmu iku tanpå gunå.

17.                    (P) Turutên pituturé wóng tuwå.

18.                    (P) Wóng kang ora wêrúh tåtåkråmå udånagårå (unggah-ungguh), iku pådhå karo ora biså ngrasakaké råså nêm warnå (lêgi, kêcút, asín, pêdhês, sêpêt, lan pait).

19.                    (P) Wóng pintêr nangíng ålå tumindaké, sênêngé karo wóng ålå.

20.                    (P) Wóng linuwíh iku kudu biså ngêpèk ati lan ngêpénakaké atiné liyan. Yèn kumpúl karo mitrå kudu biså ngêtrapaké têmbúng kang manís kang pêdhês, sêpêt,bisa gawé sênêngíng ati. Yèn kumpúl pandhitå kudu biså ngómóngaké têmbúng kang bêcík. Yèn ånå sangarêpíng mungsúh kudu biså ngatónaké kuwåså pangaribåwå kaluwihané.

21.                    (W) Åjå panastèn lan åjå sênêng gawé gêndrå, jalaran gawé gêndrå iku sipatíng dhêmít.

22.                    (W) Åjå sênêng yèn dèn alêm, åjå sêngit yèn dèn cacad.

23.                    (W) Åjå lali piwulang bêcík.

IV. Paugeran Kebangsaan:

1.  (P) Bångså iku minångkå sarånå kuwatíng nagårå, mula åjå nglírwakaké kabangsanirå pribadi supåyå antúk kanugrahan adêgíng bangsa kang "Andånå Waríh"

2.  (P) Nêgårå iku ora gunå lamún ora duwé anggêr-anggêr minångkå pikukuhíng nêgårå kang adhêdhasar isi kalbuné mênungså salumahíng nêgårå kuwi.

3.  (P) Kang bêcík iku lamún ngêrti anané sêsantiné ngabdi bêbrayan agúng : "Ing Ngarså Asúng Tulådhå, Ing Madyå Amangún Karså, Tút Wuri Handayani".

4.  (P) Nêgårå kita biså têntrêm lamún murah sandhang klawan pangan, margå pårå kawulå pådhå sênêng nyambút gawé, lan ånå panguwåså kang darbé watak "Bêr budi båwå laksånå”.

5.  (P) Wadyåbålå pamóng pråjå kang sênêng marang kawulå alít iku dadi sênêngané pårå kawulå sajroníng pråjå lan bisa gawé kukúh sartå dadi tamèngíng nagårå.

6.  (P) Pårå mudhå åjå ngungkúraké ngudi kawrúh kang nyåtå amríh biså kinaryå kuwatíng nagårå, unggulíng bångså, lan biså gawé rahayuníng sasåmå.

7.  (P) Panguwåså pamóngé nêgårå iku kudu biså gawé têntrêm pårå kawulané, amargå yèn ora mangkono biså kadadéyan pårå kawulå ngrêbút panguwasaníng nêgårå.

8.  (P) Nêgårå kuwat iku margå kawulané sênêng uripé lan disujudi déníng liyå nêgårå.

9.  (P) Lamún sirå dadi wadyåbålå pamóngíng nagårå, åjå sirå dhêmên kuwåså dhéwé. Jalaran yèn sirå wís ora kasinungan panguwåså manèh, ing têmbé bakal ndadèkaké ora kajèníng awakirå ing têngahíng bêbrayan. Ngélingånå yèn sêjatiné isíh ånå wóng kang biså ngalahaké sirå ing babakan åpå baé.

10.                    (P) Déné síng mêngku nagårå ora darbé watak "Bêr budi båwå lêksånå". Iku biså njalari wadyabålå kang dadi têtungguling prajurít nêgårå kuwi ora sujúd manèh lan biså ugå kêpingín ngrêbút panguwasaníng nêgårå.

11.                    (P) Yèn wóng bêcík kang kuwåså, kabèh kang ålå didandani lamún kênå, déné yèn ora kênå disingkíraké mundhak nulari (cuplak andhêng-andhêng).

12.                    (P) Pêrang iku bêcík lamún tujuwané nggayúh kamardikaníng nagårå lan bangsané, lan pêrang iku ålå lamún kanggo njarah rayah darbèkíng liyan.

13.                    (P) Wóng ålå yèn bisa kuwåså, kang ålå iku diarani bêcík. Kósókbaliné yèn wóng bêcík kang kuwasa, kang bêcík iku kang ditindakaké.

14.                    (P) Wajibíng warganíng nagårå iku kudu biså rumångså mèlu handarbèni, wajíb mèlu hanggóndhèli. Mulat sarirå hangråså wani.

15.                    (P) Åjå sênêng yèn lagi darbé panguwåså, sêrík yèn lagi ora darbé panguwåså. jalaran kuwi-kuwi ånå bêbêndhuné dhéwé-dhéwé.

16.                    (P) Åjå múng kêpingín mênangé dhéwé kang biså marèkaké crahíng nagårå lan bångså, kudu sênêng rêrêmbugan njågå katêntrêman lahír batín.

 

V. Paugeran Kaluwargan:

1.  (P) Båpå biyúng iku minångkå lantaran uríp ing ngalam donyå.

2.  (P) Síng såpå lali marang wóng tuwané prêsasat lali marang Pangérané, Ngabêktiyå marang wóng tuwå.

3.  (P) Wóng tuwå kang ora ngudi kabêcikan sartå ora ngêrti marang udånagårå (trapsilå, unggah-ungguh) lan tåtå kråmå, kuwi sêjatiné dudu panutané putrå wayah.

4.  (P) Såpå síng sênêng uríp têtanggan, kalêbu janmå linuwíh. Tånggå iku pêrlu dicêdaki nanging åjå ditrêsnani.

5.  (P) Paribasané tånggå iku pådhå karo båpå biyúng.

6.  (P) Tånggå kang ora bêcík atiné åjå dicêdhaki nangíng åjå dimungsuhi.

7.  (P) Sadumuk bathúk sanyari bumi ditóh pati. (Unèn-unèn kanggo nggambaraké kasêtyané marang kulåwargå).

8.  (P) Mikul dhuwúr mêndhêm jêro. Unèn-unèn kanggo nggambaraké bêktiné anak marang wóng tuwåné).

9.  (P) Anak iku minångkå têrusané wóng tuwå, ora ånå katrêsnan kang ngluwihi katrêsnané wóng tuwå marang anak.

10.                    (P) Trêsnå marang mantu iku pådhå baé trêsnå marang putrå, jalaran putu iku wóhíng katrêsnané putrå lan mantu.

11.                    (P) Sayojånå iku dóhé sêpulúh èwu dhêpå. Swårå kang krungu nganti sayojånå, arumíng jênêng ngambar-ambar salumahíng bumi (dialêmbånå).

12.                    (P) Gólèk jodho åjå múng mburu éndahíng warnå, sênajan ayu utåwå bagús.

13.                    (P) Åjå ngaku wóng tuwå lamun wóng tuwamu katón sugíh lan dhuwúr drajadé, jalaran pangkat lan bandhané wóng tuwamu iku mau bisa sirnå sadurungé sirå warisi.

14.                    (W) Åjå gampang nyêpatani anak nganggo têmbúng kang ora prayogå, jalaran sêpatané wóng tuwå bisa numusi sartå bisa ngilangaké råså bêktiné anak marang wóng tuwané.

15.                    (W) Åjå mènèhi jênêng marang anak síng kurang pantês, jalaran jênêng síng disandhang anak bakalé kagåwå nganti dêlahan (akhérat).

 

VI. Paugeran Kadonyan:

 

1.  (P) Båndhå kang rêsík iku båndhå kang såkå nyambút karyå lan såkå pamêtu séjéné kang ora ngrusakaké liyan. Déné båndhå kang ora rêsík iku båndhå cólóngan utåwå såkå nêmu duwèkíng liyan kang kawruhan síng duwé.

2.  (P) Kadonyan kang ålå iku atêgês múng ngångså-ångså golèk båndhå donyå ora mikiraké kiwå têngêné, ugå ora mikiraké kahanan batín.

3.  (P) Golèk båndhå iku samadyå baé, udinên katêntrêman njåbå njêro.

4.  (P) Båndhå iku anané múng anèng donyå, mula yèn mati ora digåwå.

5.  (P) Wóng golèk kêmakmuran iku ora kalêbu ngoyak kadonyan.

6.  (P) Båndhå iku gawé múlyå lan ugå gawé cilåkå. Gawé múlya lamún såkå barang kang bêcík, gawé cilåkå lamún såkå barang kang ålå.

7.  (P) Wóng uríp åjå tansah kêpingín båndhå baé, jalaran kasugihan iku ing samångså-mångså biså gawé cilåkå.

8.  (P) Síng såpå tansah ngêgúngaké pangkaté, wirang lamún ånå owahing jaman. Síng såpå ngêgúngaké bandhané, wirang lamún sírnå bandhané.

9.  (P) Dhèk jaman kunå pêrang iku rêbutan båndhå, nêgårå, lan mbóyóng putri. Nangíng jaman iku ilang barêng wís ngêrti mênåwå wanitå bóyóngan mau biså gawé ringkihíng nagårå.

10.(W) Båndhå iku pêrlu nangíng åjå diumúk-umúkaké, drajad lan pangkat iku pêrlu, åjå dipamèr pamèraké, jalaran biså mlèsèdaké awaké dhéwé.

11.                    (W) Åjå mélík darbèking liyan, margå rêbutan råjåbrånå lan wanita iku biså gawé congkrahíng pårå sujånå lan gawé nisthaníng ati.

12.                    (W) Åjå sênêng mamèraké båndhå lan ngêgúngaké pangkat, sêbab båndhå biså lungå, drajad/pangkat bisa oncat.

13.                    (W) Åjå sênêng marang wóng kang ngujå håwå napsu margå akèh bandhané. Jalaran båndhå mau bisa gawé cilåkå amargå durúng mêsthi båndhå kang rêsík.

 

VII. Memayu Hayuning Pribadi:

 

1.  (P) Ing samubarang gawé åjå sók wani mêsthèkaké, awít akèh lêlakón kang akèh bangêt sambékalané síng ora biså dinuga tumibané. Jêr kåyå uniné pêpèngêt, "Mênåwå manungså iku pancèn wajíb ihtiyar, nangíng pêpêsthèné dumunúng ing astané Pangéran Kang Måhå Wikan". Mulå ora samêsthiné yèn manungså iku nyumurupi bab-bab síng durúng kêlakón. Saupåmå nyumurupå, prayogå åjå diblakakaké wóng liyå, awít têmahané múng bakal murihaké bilahi.

2.  (P) Sabar iku ingaran mustikaning laku, jumbúh karo uniné bêbasan : "Sabar iku kunciníng swargå", atêgês marganíng kamulyan. Sabar, liré mómót kuwat nandhang sakèhíng cobå lan pandadaraníng ngauríp, nangíng ora atêgês gampang pêpês kêntèkan pêngarêp-arêp. Suwaliké malah kêbak pêngarêp-arêp lan kuwåwå nampani åpå baé kang gumêlar ing salumahé jagad iki.

3.  (P) Kahanan donya iki ora langgêng, tansah owah gingsír. Yèn sirå kêbênêran katunggónan båndhå lan kasinungan pangkat, åjå banjúr rumangsa "Såpå sirå såpå ingsún", tansah ngêndêlaké panguwasané tumindak dêgsurå marang sapådhå-pådhå. Élinga yèn båndhå iku gampang ilang (sírnå). Pangkat sawayah-wayah bisa oncat.

4.  (P) Saibå bêciké samangså wóng kang lagi kasinungan kabêgjan lan nampå kabungahan iku tansah élíng gêdhé ngucap syukúr marang Kang Pêparíng. Awít élinga yèn tumindak kåyå mangkono mau kêjåbå biså ngilangi watak jubriyå uga mlêtikaké råså rumångså yèn wóng dilairaké marang sapådhå-padhané titah, mbêngkas kasangsaran, munggahé ngrêkså hayuníng jagad.

5.  (P) Åjå sók ngêndêl-êndêlaké samubarang kaluwihanmu, åpå manèh mamèraké kasugihan lan kapintêranmu. Yèn anggónmu ngóngasaké dhiri mau múng winatês ing lathi tanpå búkti, dhóngé pakarti kåyå mangkono iku ngêngón awakmu dadi ora aji. Luwíh prayogå turutên pralampitané tanduran pari. Pari kang mêntês mêsthi tumêlúng, kang ndongak mracihnani yèn kóthóng tanpå isi.

6.  (P) "Rumångså sarwå duwé" lan "Sarwå duwé rumångså", iku yèn ditulís gênah múng diwolak-walík baé, nangíng surasané jêbúl kåyå bumi karo langit. Síng kapisan nudúhaké watak ngêdír-êdíraké, wêngís satindak lakuné (polahé), yèn nggayúh pêpénginan ora maèlu laku dudu, samubarang pakarti nisthå ditrajang wani. Déné síng kapindho pakartiné tansah kêbak wêlas asíh, wicaksånå ing sabên laku, rumångså doså samångså gawé kapitunané liyan.

7.  (P) Nadyan wêsi iku kanyatané atós, éwa sêmono yèn wís kêtrajang ing taiyèng yå bakal êntèk gripís. Sêmono ugå tumrapíng wóng kang kataman råså mèri, atiné mbåkå sêthithík ugå bakal gripís, awít rumangsa yèn awaké tansah apês, saénggå kélangan grêgêt lan lumúh makaryå. Wusanané pêpês atiné kêntèkan pêngarêp-arêp.

8.  (P) Yèn sirå sacårå badaniyah lan rohaniyah têtêp kêpingín bagas kuwarasan, tansah élingå róng prakårå iki : (a). Tansah jaganên sakèhíng samubarang kang nêdyå sirå lêbókaké ing tutúk, dithinthíng luwíh dhisík åpå bakal gawé rusakíng rågå åpå ora. (b). Kulinaknå mikír luwih dhisík samubarang kang arêp sirå wêtókaké såkå tutúk. Liré pikirên luwíh dhisík klawan matêng åpå kang bakal sirå wêtókaké iku ora malah gawé kucêmíng awakmu dhéwé, glarani atiníng liyan åpå ora. Déné yèn ora ånå paédahé luwíh bêcík åjå kók kojah amríh ora nandhang piduwúng.

9.  (P) Digêndhóngånå dikuncènånå kåyå ngåpå, nangíng wóng iku yèn wís tinakdír têkan janjiné utåwå ajalé, mångså bakal wurungå. Iki manèh pélíng kita, yèn kita manungså mono ing atasé badan lan umuré dhéwé ora kuwåså. Åpå manèh síng múng wujúd barang sampiran kåyådéné drajad sêmat lan pangkat, kaluhuran, kasugihan, lan kalungguhan. Mula såkå iku åjå kibír, jubriya lan åjå sók dumèh. Awít isíh ånå panguwåså liyå (Gústi Allah) kang luwíh kuwåså.

10.                    (P) Ngombé lan mêmangan yèn tanpå takêr lan tanpå pilíh-pilíh iku pancèn biså nêkakaké bilahi. Mula nyandhêt ubalíng kêpinginan ngombé lan mêmangan kang kåyå mêngkono mau wís atêgês sawijiníng pamarsudi nyêgah karusakaníng jiwå lan rågå. Wóndéné sranané kang prayogå yaiku påså síng mêngku ancas pupúr sadurungé bênjút nyingkiri sadurungé bilahi.

11.                    (P) Kamulyan lan kanikmataning uríp wóng-wóng kang sugíh dituku måwå tangising rakyat kang mlarat.

12.                    (P) Kang kinaran janmå kang wís kadunúngan cíptå kang wêníng iku, yåiku såpå kang wís têmên-têmên mantêp pangidhêpé marang Gústi Kang Múrbèng Dumadi. Wóng kang kåyå mangkono mau samångså nindakaké pakarti åpå tå åpå tansah linambaran ati kang sarwå têpa tulús, kabèh-kabèh amúng akarånå Allah. Ora cilík ati, gêdhéné ngråså owèt ing kalané wóhíng panggawéné mitunani awaké dhéwé, nangíng biså gawé raharjané sêsamaníng dumadi. Kósókbaliné wóng kang nindakaké pangibadah nangíng isih ndarbèni pêpinginan supåyå diwêruhana lan digawókana déníng Allah, iku pratåndhå yèn pangidhêpé lan pangibadahé durúng akarånå Allah.

13.                    (P) Pambudidayanirå manêmbah marang Pangéran iku prayogané åjå sirå anggo sarånå ngalab tumuruníng pêparingé, nangíng mligiya nindakaké panêmbah múng såkå niyat manêmbah. Awít wóng kang nyênyadhóng sihíng Pangéran sarånå laku panêmbah kathík banjúr nyåtå kalêksanan panyuwuné, ing adat wóng mau banjúr dadi kêthúl kawaspadané marang kaluhuran lan kêagungané Kang Múrbèng Dumadi. Aran isíh bêgjå yèn ora banjúr dadi wóng jubriyå sênêng nyêpèlèkaké marang sêsamaníng dumadi.

14.                    (P) Ånå sawènèhíng wóng kang duwé pênganggap mênawa nyênyuwún sihíng Allah iku ora ånå gawéné. Awít Gústi Allah iku adíl lan Måhå Wuninga saénggå ora bakal pêparíng marang wóng kang ora pantês nampa ganjaran, nangíng wóng mau sajak lali yèn Gústi Allah mono Maha Wêlas lan Maha Asíh. Ugå ana sawènèhíng wóng kang ora prêcåyå marang anané Gústi Allah, prêsasat ugå ora prêcaya marang anané dhéwé, déné nganti awaké lair ånå ing donya. Nangíng yèn wóng mau nandhang rêribêd lan nalaré wís pantóg, adaté tuwúh osikíng atiné yèn Pangéran iku ånå malah banjúr disêsuwuni.

15.                    (P) Wóng kang kulina ngéníngaké cíptané kang rêsík ing wayah ésúk, lawas-lawas banjúr biså ngêningaké cíptané ing wayah bêngi ugå, lan sangsåyå lawas manèh bisa ngêningaké cíptå ing wayah åpå baé lan ing ngêndiya baé. Nangíng sabarang pratingkah iku biså dadi pakulinan manåwå katindakaké kanthi ajêg, sarånå panglantíh kang tumêmên lan ora bosên. Klawan mangkono sabarang kang mauné rinåså rêkåså lan abót, bakal sírnå. Mangkono ugå ånå bédané yèn kita kêpingín nanêm wiji kautaman, iya kudu kita gladhi tanpå bosên.

16.                    (P) Yèn pinuju wayah bêngi langité têrang banjúr tumêngåå ing tawang, kita bakal nyipati sapérangané gêlaríng alam, abyóríng langít kang sumilak sinêbaran lintang-lintang patíng krêlip, gêdhé cilík kåyå wís sêngadi tinåtå panggónané, angin sumilír ngobahaké kêkayónan lan gêgódhóngan kang ngandhút arumíng gandané kêkêmbangan. Síng kåyå mangkono sayêkti bisa nuwúhaké råså pangråså têntrêm ing ati kitå. Nangíng luwíh såkå iku, åpå síng kåyå mangkono mau ora ngosikaké kita tumrap kaluhuraníng Kang Måhå Agúng kang wús mranåtå sakabèhíng mau?

17.                    (P) Tumrapíng wóng múrsíd yèn pinuju kambah ing prihatin, nolah-nolèh ngiwå nêngên wís ora ånå pitulungan manèh kang biså diarêp-arêp têkané. Parandéné ora bakal kóncadan ing pangarêp-arêp. Awít wís mangêrti mênåwå tambané prihatín kang ampúh iku ora liyå kêjåbå: sabar. Sabar lan tawakal nyênyuwún kanthi têmên-têmêníng ati marang kamurahaníng Kang Måhå Kuwåså kang ngrêgêm sakabèhíng mobah-mosikíng jagad saisiné.

18.                    (P) Ala-alaníng kêlakuwané wóng ora kåyå kang sinúng watak "Såpå sirå såpå ingsún". Margå sèndhènan kaluwihané, êmbúh kêkuwasaané, êmbúh karósan, sênêng tumindak sawênang-wênang marang kalahané kang wís titå ora bakal kumawani mancahi gêdhéné nganti wani mbandakalani kêkarêpané. Wóng kang nduwèni sêsipatan kåyå mangkono mau prayogå énggal ngélinganå mênåwå laku jantraníng jagad mono wís kinodrat cåkrå manggilingan; síng wingi ånå ngisór déné sésúk gilír gumanti bakal ngêrèhaké.

19.                    (P) Sabên dinå kitå ajêg rêrêsík badan lan pênganggo, kajåbå amríh bagas kuwarasan ugå katón apík lan ngrêsêpaké. Iki pakulinan kang apík. nangíng luwíh prayoga manèh yèn jroníng ati banjúr katuwuhan osík : åpå sabên dinå kita ugå rêrêsík lan ngupakara batín lan jiwå kita amríh sangsåyå apík lan sangsåyå rêsík såkå sakèhíng rêrêgêd såkå anané cacad-cacad lan panggodhå. Sêbab yèn badan wadhag kang kênå ing rusak iku kita gêmaténi, généyå jiwå kitå kang asipat langgêng malah kita lírwakaké pangupakarané?

20.                    (P) Suméndhé ing takdir iku dudu sipaté wóng kang sênêng ulah luhuríng kêbatinan, nangíng dadi wataké wóng kang lumúh tumandang gawé lan cupêt nalaré. Luhuríng kêbatinan kudu tansah jumbúh lan laras karo ajuníng kawrúh lair. Liré, kêbatinan kang luhúr iyå kudu biså ngujudi pakarti kang luhúr ugå, kang biså njunjúng lan mulyakaké drajadíng nuså lan bangsané.

21.                    (P) Såkå kayungyúníng manungså marang båndhå, sêmat lan drajad anggóné migunakaké nganti kêrêp nglírwakaké kautaman, nglalèkaké jêjêríng kamangnungsan. Uripé prasasat kaêsók kabèh ånå ing kono. Ora ngélingi kêpriyé wusananíng dumadi. Ing jagad pancèn ora ånå wêwalêr wóng nglumpúkaké båndhå råjåbrånå, janji pikolèhé manút dalan kang bênêr lan dipigunakaké minångkå prabót prênataníng jagad.

22.                    (P) Uríp tanpå gêgayuhan luhúr, bêbasané kåyå lêlawuhan tanpå uyah, sêpå tan miråså. Gêgayuhan bisané kasêmbadan kudu sinartan ngèlmu, jalaran ngèlmu mono pancèn sanguné ngauríp, wóndéné ngèlmu iku tinêmu ing laku lan tandang. Sakèhíng tandang ora bêcík kêlakóné yèn ora mapan. Liré, bisowå tansah ngélingi marang jantraníng kahanan. Wóng kang tandang tandúké mapan, angèl kêpèpèté, jalaran yèn mapan mêsthi cêpak waspadané. Déné waspådå mono sirikané målå lan adóh såkå bêbêndhu.

23.                    (P) Sakabèhíng tumindak iku panimbangé manút kawusanané. Mula muríh bisané sampúrna, sabarang kang bakal dilakóni lan ditindakaké iku luwíh dhisík thinthingånå lan pilah-pilahna ålå bêciké kanthi wêningé nalar/pikír. Yèn wís, tumindaké kanthi dugå lan prayogå, sartå måwå têpå tulådhå. Liré, sabarang patrap mau upamaknå tumrap awaké dhéwé, ilangnå pangirå-irå tumrap awaké liyan kang durúng disumurupi. Élingå, såpå kang arêp mbêcíkaké alam donya iku, kudu mbêcíkaké awaké dhéwé luwíh dhisík.

24.                    (P) Ciri-ciriné jiwa kang isih kóthóng mono biså dititík såkå ulat praupan, tutúr wicara, lan tingkah lakuné kang ora naté gêlêm kalah. Sabarang tindak-tandúké kêpingín unggúl lan mamèraké kaluwihané, ora anggèr kaluwihan biså kanggo ngadhêpi bêbåyå lan ngêntas såkå papan cintråkå. Kaluwihan kang tanpå dilandhêsi kautaman, kênå diumpamakaké kayadéné wêdhak pupúr síng nèmpèl ing njaban kulít baé, ora biså tahan suwé lan gampang luntúr margå såkå pakartiné dhéwé, awít nêrak dhasar-dhasar bêbênêr lan kasucian.

25.                    (P) Sabên tumindak sêjangkah ngilowå marang kinclóng-kinclóngé banyu samudrå síng suthík kanggónan sangkrah, jalaran sakèhé uwúh mêsthi disingkíraké minggír. Sabên makaryå sapêcak, tuladhanên pakartiné banyu tritisan, nadyan tumètès mbåkå satètès, ditindakaké kanthi ajêg kêcónggah mbólóngaké watu síng atósé ngluwihi wåjå.

26.                    (P) Såpå kang bisa nêlukaké mungsúh-mungsúhé, dhèwèké diarani kuwat. Anangíng såpå kang bisa nêlukaké awaké dhéwé, iya dhèwèké iku kang luwíh kuwat manèh.

27.                    (P) Samångså lagi ngadhêpi uríp rêkåså prayogané adhêpana klawan èsêm gumuyu. Awít iku wus wujúd sênjåtå kang bisa gawé ènthèngíng sanggan lan bakal numusi muluríng pikír. Nanging yèn pênandhangmu mau tansah kók adhêpi kanthi ulat kang suntrút adhakané kowé bakal kêntèkan pikír kang wêníng, wusanané dadi nékat nuruti pokal kang nêrak bêbênêr.

28.                    (P) Såpå kang nganggêp åpå baé gampang, mêsthi bakal nêmu akéh rubédå. Såpå kang gampang janji, iya kuwi kang arang nêtêpi.

29.                    (P) Uríp têgêsé mbudidåyå ngêtóg tênågå (bêrjuwang). Uríp níkmat tanpå angín prahårå pådhå karo sêgårå kang mati. Aku luwíh sênêng ditêndhang, dilawan déníng nasíb, tinimbang diugúng.

30.                    (P) Laku jujúr kuwi pådhå karo dhuwit kang biså laku ing ngêndi baé.

31.                    (P) Kang bêcík lan ålå, kabèh mêsthi nåmpå pikolèh, sênajantå kadhang-kadhang nampané cêpêt, kadhang-kadhang alón.

32.                    (P) Wóng kang kinaranan bêrbudi iku, yåkuwi wóng síng rumångså tambah kasíksa yèn nyumurupi sapêpadhané nandhang påpå lan kasangsaran. Runtúhé råså wêlasé adaté banjúr sinusúl sarånå cucúlé prabéyå lan barang darbèké. Nangíng pancèn angèl gólèk-gólèkané wóng síng kåyå mangkono iku. Buktiné ora sêthithík wóng síng mati mêrgå kêwarêgên, apamanèh wóng síng mati amargå kalirên.

33.                    (P) Manungså kuwi dadiné bêcík miwiti såkå njêro mênjåbå.

34.                    (P) Kang waspådå marang awakmu dhéwé jalaran iyå awakmu dhéwé kuwi kang mujúdaké mungsúhmu kang palíng gêdhé.

35.                    (P) Manungså kang múng ngélingi marang pakartiné pancadriyané mono bakal tansah kasinungan råså dhêmên utåwå sêngsêm. Såkå Råså Dhêmên banjúr kathukúlan råså mélík, såkå råså mélík munggah dadi nafsu, såkå nafsu banjúr nasar pakartiné lan sírnå bêbudèné síng wêkasané tumiba ing påpå, nandhang kasangsaran.

36.                    (P) Wóng juwèh, kawruhé tumèmpèl ing lambé, kumrêcêk ngêbaki ing pasamuwan, katút samirånå mrånå-mréné. Bédå karo wóng mênêng, kawruhé sumimpên ånå ing ati wêníng. Wêtuné ora sarånå lambé, nangíng katampanan ing pucukíng pèn, mili ambèr ing kêrtas putíh, rinasakaké ing wóng sajagad.

37.                    (P) Amríh uríp kita tansah nêmóni rahayu, åjå kêndhat nggêgulang nandúr cíptå utåmå sajroníng ati sanubari kita sinartan panyuwunan kang manthêng marang Gústi Kang Måhå Wêlas lan Måhå Asíh, mugå pinaringan nugråhå biså ndarbèni ati kang wêníng lan jiwå kang utåmå. Pancèn ora gampang wóng ngudi bisané kasinungan cíptå utåmå ngélingi mênåwå manungså mono mulå wís kêsêrênan sipat apês lan lali. Sók ngonowå yèn tå sawisé nandhang apês lan lali banjúr gumrégah manèh pangudiné åpå déné ora kêndhat ing panglantihé mantêpå ing kêyakinan yèn Gústi Allah ora bakal ora ngudanêni panyuwún kitå.

38.                    (P) Kawrúh lan "Ilmu pêngêtahuan" iku múng biså digayúh lan dikuwasani kanthi laku kang laras karo åpå kang diwulangaké. Liré, ajaran téoriné kudu biså dicakaké lan ditrapkaké kanggo karahayóníng bêbrayan. Wóndéné lakuné mono kudu sinartan tékad kang gilíg lan kêkarêpan kang tulús lan mantêp kinanthènan katêguhaníng iman, kanggo ngadhêpi sakèhíng panggodhå sartå nyingkiri sikêp laku kang sarwå dudu.

39.                    (P) Banyu iku bisaníng bêníng yèn wís mênêp. Sanadyan mauné buthêk, nangíng yèn wís mênêp, iyå banjúr bêníng. Sêmono ugå tumrap pêpinginan utåwå gêgayuhan yèn diudi nganti katóg lan mênêp ing têmbé ugå bakal kasinungan sifat bêníng. Liré, nadyan pêpinginan lan panggayu bisa kalêksanan klawan tumuli, éwå sêmono yèn ditlatèni suwéning suwé ugå bakal kasêmbadan.

40.                    (P) Yèn kêpingín nglungguhi pangkat kang dhuwúr luwíh prayogå yèn dikawiti såkå kalungguhan kang êndhèk dhéwé. Awít klawan mêngkono ing têmbé kowé ora bakal gampang disêpèlèkaké déníng bawahanmu. Lan kang utåmå yaiku kowé nuli biså madêg dadi pêmimpín kang biså nglungguhi ing kawicaksanan, adóh såkå watak dêgsurå, anané múng sarwå kêbak råså têpå salirå.

41.                    (P) Ginubêl déníng råså "Tansah kurang marêm" marang asilíng pakaryan utawa jêjibahan kang diayahi, saugêr ora ngångså-ångså, sayêkti malah dadi pamêcút kang bêcík kanggo luwíh maju. Nangíng yèn råså tansah kurang marêm mau ngênani wuwuhíng donyå-brånå, ora bédå kåyådéné rêridhu síng èsthiné múng tansah rinåså kayadéné pasiksané ngauríp.

42.                    (P) Élingå, mbésúk yèn wís tumêkaning janjiné ora kênå ora, badan wadhag lan sabarang kalír kang kita darbèni iki bakal kita tinggalaké kabèh, ora ånå kang kitå gåwå mênyang alam kalanggêngan. Mula åjå bangêt nggónira katrêm marang kadonyan. Åpå manèh, såpå kang tansah ngêgúl-êgúlaké marang donyå branané lan gandrúng marang pêpinginan kang ora langgêng, èsthiné ora bakal bisa nêmókaké kahanan kang biså gawé langgêngíng kasênêngan lan katêntrêmaníng ati.

43.                    (P) Batiné wóng kang bisa ndarbèni ati nriman iku tansah ayêm lan têntrêm, margå satingkah laku tansah linambaran kêyakinan kang kandêl marang kadar pêparingé Pangéran. Nriman ora têgês wis marêm åpå anané, nangíng suwaliké kêpårå malah sungkan mênêng. Múng baé ora grusa-grusu kåyå tumindaké wóng kang nduwèni sipat ngångså-ångså kåyå ora gêlêm ngakóni karang anané pandúm.

44.                    (P) Abót-abóting cobå tumraping ngauríp iku malah ora kåyå wóng kang lagi kêbyukan sihíng Gústi Allah. Yèn lulús såkå pandadaran biså dadi manungså kang kajåbå gêdhé síh kadarmané ugå wicaksånå laír batiné. Nangíng yèn tå ora têgúh imané, wóng kang lagi kabómbóng ing donyå artå lan kêladúk rumångså sarwå kuwagang mbêndúng sêgårå njugrúgaké gunúng mau istingarah bakal kóncatan kawaspadané. Kêjåbå lali marang sangkan parané ugå lali yèn sakèhíng drajat lan sêmat dalasan têkan nyawané dhéwé pisan iku múng lugu barang titipan kang sawayah-wayah bisa dipundhút bali déníng Kang Kagungan.

45.                    (P) Ambudidåyåå ing båndhå manút sakatógíng tênågå nangíng åjå lali kinanthènan tékad lan sêdya yèn sapérangan bakal kita tanjakaké kanggo nindakaké pangibadah. Élinga yèn pati iku lawangíng akhérat, déné laku ngibadah iku kang biså dadi sarånå nggampangaké manungså tumêkané marang ing lawang mau kanthi råså pangråså tobat lan sumarah. Suwaliké, jiwå rågå kang ora kanggo tobat nalangsa ing Gústi Allah iku ora bédå kåyå anggané båndhå kang ora dijakati lan ora ditanjakaké kanggo pênggawé kabêcikan.

46.                    (P) Yèn sirå pinuju nandhang bagas kuwarasan, élinga yèn nalika kênå ing lårå, supríh sirå têtêp bagas kuwarasan kanthi sêsirík prakårå-prakårå kang mbiyèn nyêbabaké lårå. Yèn ing nalikå sugíh, élingå yèn kêna ing pêkír, lêkas síng kåyå mêngkono mau kanggo ngawékani amríh sira ora gampang kadunungan pikiran sênêng pamèr lan sêsóngaran. Kawruhånå, iku kêpårå nudúhaké pratåndhå yèn dhèwèké iku sêjatiné wóng kang tunå ing råså wêlas asíh lan miskín ing kawrúh.

47.                    (P) Kitå manungså iki ora kênå tansah ngantu-antu têkané wêktu kang bêcík, jêr wêktu kang bêcík iku sêjatiné kudu kitå dhéwé sing gawé. Kitå kudu tansah élíng yèn sabarang tingkah lan tandúk kitå ing dinå kang siji iku nggåwå kêputusan tumrap dinå sijiné. Déné dinå kang pungkasan iku kang mutúsaké sakabèhíng wêktu lan dinå-dinå kang wis kapungkúr. Mulå sadurungé kitå tumapak marang dinå pungkasaning uríp, dipådhå biså nglungguhi marang jêjêríng uríp manungså.

48.                    (P) Wóng nandhang lårå mono akèh síng mêrgå anggóné ngombé lan mêmangan kliwat takêr lan tanpå pilíh-pilíh. Mulå kanggo nyandhêt ubalíng håwå marang bab sakaroné mau, dibiså marsudi nyudå nuruti kêcaping lidhah sarånå nglakoni påså kang mêngku ancas nyingkiri sadurungé katamaning bilahi.

49.                    (P) Wóng kang lagi kasinungan kabêgjan lan kamúlyan iku dibiså marsudi amríh langgêng, åjå banjúr kalimpút watak jubriyå lan sêmbrana sing sisíp sêmbiré biså kêjlungúp tibå ing kasangsaran. Yèn wís mangkono múng råså gêtún lan piduwúng sing kari ing pamburiné.

50.                    (P) Håwå napsu lan watak angkårå iku sawutuhé manjíng ing dhiri pribadiné dhéwé-dhéwé. Yèn diumbar ngrêbdå bakal gawé "Bêncånå lan kasangsaran". Suwaliké yèn bab mau biså dikêndhalèni bakal njílmå dadi watak "Sabar lan prasåjå", tulús éklas awèh pangapurå marang sapådhå-pådhå síng gawé kaluputan.

51.                    (P) Tapaning ati iku múng têmên, yèn tapaning nyåwå múng élíng. Síng såpå bisa élíng sêdinå sêpisan baé, adaté barang kang sinêdyå bakal ånå. Síng såpå têmên salawasé, kabèh pangajabé bakal kêcandhak. Déné kang aran sêjatiníng katêmênan iku sakabèhíng pakarti kang ditindakaké klawan madêp mantêp tanpå mandhêg-mangu lan tolah-tolèh, saénggå sabarang kêkarêpané bakal ginayúh.

52.                    (P) Wóng iku yèn lagi nandhang lårå lagi biså ngrasakaké sêpirå munggúh bêgjané wóng kang kanugrahan awak kang tansah kuwarasan. Nangíng suwaliké, wóng síng awaké sêgêr waras lumrahé lali rêkasané wóng lårå. Sangsåyå adóh kélingané, sangsåyå cêdhak anggóné ngumbar håwå nuruti pêpinginané mripat, ilat, lan têlíh (wadhúk, wêtêng) kang sêjatiné ngajak marang rusakíng rågå. Mulå prayogané tansah élinga pêrihíng lårå kanthi nggêmatèni kanikmatan kang wís diparingaké déníng Gústi Allah tan kêna kinayangåpå ajiné, yaiku wujúd awak kang bagas kuwarasan.

53.                    (P) Manungså pinaringan déníng Pangéran péranganíng awak kang kalarasaké karo gumêlaríng bêbrayan. Pinaringan mripat loro, pêrluné supåyå akèhå kang didêlêng, yå kang ngênani ubêr ingêring alam, ålå bêcikíng kahanan, lan owah gingsiríng jaman. Liré, supåyå linarasna kanthi lantipíng panggraitå. Pinaringan kupíng loro, murih akèhå swårå kang dirungókaké, nuli kathinthingana lan kasaringa kanthi lungidíng panyiptå lan alapên kang awèh pakolèh. Pinaringan tangan loro, sikíl loro, supåyå akèhé kang ditandhangi, pilihên kang murakabi kanggo bêbrayan agúng.

54.                    (P) Pancèn ora ånå wêwalêr ing jagad iki tumrapíng wóng kang nglumpúkaké donya brånå. nangíng kitå kudu tansah élíng yèn donyå brånå mono dudu panggónané kalanggêngan. Nabi Muhammad wús paríng sabdå: "Ora prayogå ninggalaké kadonyan margå nglakóni akhérat. Nangíng jênêng wóng kang nisthå såpå kang ninggalaké bab akhérat margå múng golèk donyå brånå tanpå waspådå marang pungkasaníng dumadi."

55.                    (P) Brangating ati sabiså-biså kêndhalènånå, åjå diububi nganti muntab dadi ubalíng nêpsu. Kåyådéné nyirêp gêni sarånå lêngå. Napsu amarah mono isíh têtêp bakal tansah mbêbêdhag sêlawasé yèn tå ora kinanthènan pikiran kang mênêp, lan ati kang élíng. Élingé ati lan mênêpíng pikír bakal numusi muluré budi kang tundhóné biså dadi panyirêp sakèhing pakartiníng sétan.

56.                    (P) Wóng kang ringkíh iman lan batiné bakal gampang dadi jujugané dúrjånå apús-apús kang patíng sliwêr golèk mangsan. Pirang-pirang kèhé wóng kasêlak pêrcåyå rêmbúg pangimíng-imíng ora pinikír bakal kêdadéyané ing têmbé. Wusanané nandhang kapitunan lan kênå ing apús. Mula ditansah waspådå, åjå lirwå ing kaprayitnan.

57.                    (P) Samångså-mångså thukúl plêtikíng pikír kang kasarung déníng ubalíng nafsu ålå, yogyané sumênêpnå sauntårå. Yèn biså kåyå mangkono karan wóng wicaksana, jalaran kêjaba biså nglêrêmaké ati kanthi mênêpíng pikirmu ugå bakal kêcónggah nyirêp ubalíng nafsumu mau. Wusånå rahayu kang tinêmu mêrgå biså sumingkír såkå mêmålå kang têkå arêp ngrêridhu awakmu.

58.                    (P) Wóng kang sêngsårå uripé jalaran ånå róng warnå. Kapisan såkå kaluputané dhéwé, kang kapindho mêrgå såkå pokalé dhéwé. Síng kapisan iku paribasané tanêm tuwúh kang tansah kodanan lan kêpanasan ora diopèni, déné síng kang kapindho paribasané tanêm tuwúh kang tansah diapèk asilé nganti ora kobêr thukúl gódhóngé.

59.                    (P) Yèn sirå uríp ing alam donya iki rumångså nampå pandúm kêsêthithikên iku wís dadi pêpêsthèné urípmu, ora pêrlu mbók murinani. Pamurinamu prayogå lipurên sarånå mawas lêlabuhanmu dhéwé, jêr lêlabuhan ing alam donya mono dadi trajuníng akèh sêthithiké pandúmmu.

 

VIII. Memayu Hayuning Budi Lan Tekad:

1.  (P) Yèn gêlêm nalusuri sêjatiné ora sêthithík piwulang lan pitutúr bêcík kang malah kitå tampå såkå wong-wong gawané nacad lan ora dhêmên marang kitå, katimbang mitrå katrúh rakêt kang tansah ngalêmbånå. Awít panacad bisa nggugah kita nglêmpêngaké laku, déné pangalêmbånå kêpårå biså nyêbabaké wong kêrêp dadi lali.

2.  (P) Manåwå kowé durúng mangêrtèni marang bab kang kok anggêp ora bêcík, åjå kêsusu ngatonaké råså sêngítmu, gêdhéné nganti maoni lan nglairaké panacad. Awít kawruhana yèn pikirané manungså iku tansah mobah-mosík lan molak-malík. Åpå kang kok kirå ålå lan kok gêthingi iku ing têmbé mburi biså malíh kok sênêngi, kêpårå malah biså dadi gantungané urípmu.

3.  (P) Karêpé wong nyatúr alaníng liyan iku bêtèké múng arêp nudúhaké bêciké awaké dhéwé. Yèn síng diajak nyatúr wong kêmplo, pamríh síng kåyå mangkono mêsthi katêkané. Nangíng tumrapíng wong múrsíd: "Wong kang ngumbah rêrêgêd ing awaké sarånå migunakaké banyu pêcêrèn malah såyå nudúhaké blêntongé pambêgané".

4.  (P) Têmbúng kang prayoga kang kêlair múng margå kadêrêng déníng dayaníng håwå napsu iku pancèn sakålå iku biså awèh råså pêmarêm. Nangíng sawisé iku bakal awèh råså gêtún lan panutúh marang dhiri pribadiné dhéwé kang satêmah tansah bisa ngrubédå marang katêntrêmaníng pikír lan ati. Gunêman sêthithík nagíng mêmikír akèh iku kang tumrapé manungså bisa awèh katêntrêman lan kråså marêm kang gêdhé dhéwé.

5.  (P) Siji-sijiníng dalan amríh kalêksananíng gêgayuhan, yåiku makarti kang sinartan kêpêrcayaan lan kêyakinan mênåwå åpå kang sinêdya mêsthi dadi. Yèn kita múng kandhêg ing gagasan lan kukuhíng karêp baé, tanpå tumandang lan makaryå minangkå srånå panêbusé, wohé yå ora bédå kåyå déné ing pangimpèn. Cilakané manèh, yèn sêlaginé nganggít-anggít mau wís kasêlak ngrasakaké kanikmatané ing pangangên-angên, wusanané dadi lumúh ing gawé lan wêdi ing kakéwúh (wêdi kangèlan).

6.  (P) Ora bédå karo rob lan surudíng sêgårå, kahanan uripíng manungså iku ugå ora biså uwal såkå bungah lan susah. Kang pêrlu dicilêngi ing kéné yåiku åjå kasêlak kêbacút kêrêm kalimpút ing kabungahan lan åjå kasêlak gampang anglês yèn lagi kapinujon apês. Awít kasusahan iku sok malah bisa ngêntas kitå såkå kaluputan lan kabodhowan, saugêr insyap marang dhiriné lan ora mupús, åpådéné tansah pêrcåyå marang Kang Kagungan Panguwaos.

7.  (P) Mênangi jaman rêbutan råjåbrånå, akèh wong kang pådhå kalimpút, mèlu-mèlu tumindhak nisthå. Ora élíng yèn sêjatiníng uríp ing donyå iku ora ngupåyå råjåbrånå baé, nangíng ugå mangèsthi kamúlyan ing têmbé. Uríp ing satêngahíng godhå rêncånå, nangíng têtêp tumindak utåmå, prêsasat tåpå ing satêngahíng cobå. Såpå kang santosa ora bakal tumindak sasar. Mula tansah ngugêmana sêbutíng pitutúr : "Sabêgjå-bêgjané kang lali nganti kèlu pênggawé sasar, isíh bêgjå kang panggah élíng lan waspådå têtêp ing panggawé utåmå".

8.  (P) Yèn sirå kasinungan ngèlmu kang marakaké akèh wong sênêng, åjå sirå malah rumångså pintêr, jalaran mênawa Gústi Allah mundhút bali ngèlmu kang marakaké sirå kalokå mau, sira banjúr kåyå wong séjé (owah), malah bisa "Aji godhong jati akíng".

9.  (P) Såpå kang katrêm mêrgå lagi pinaringan kêkuwasaan iku sêjatiné malah dadi sumbêríng dunungíng wong lali, gampang lirwå ing kaprayitnan, lan gampang kapilulu ing pakarti dudu. Awit yèn lagi kuwåså, adhakané banjúr ngångså-ångså kêgêdhèn panjångkå. Kanggo nggayúh panjangkané, sakèhíng cårå ditêmpúh. Ora maèlu sênadyan nganti mêntålå gawé sangsarané mitrå karúh. satêmah múng dadi lêlêthêg kang luwíh aji uwúh.

10.                    (P) Ilat kuwi sawijiníng pêdhang kang landhêp, kang bisa matèni sênajan tanpå ngêtokaké gêtíh.

11.                    (P) Ora ånå critané wóng kêjungkél iku margå kêsandhúng watu gêdhé, síng mêsthi mêrgå kêsandhúng watu síng cilík. Yèn tatuwå yå margå såkå watu krikíl-krikíl síng lancíp-lancíp. Bab mau awèh pitudúh supåyå kitå åjå nyêpèlèkaké marang barang síng katóné sêpélé ora mingsrå, nagíng sêjatiné kêpårå malah gampang dadi dhadhakané wóng njungkêl njêmpalík tibå ing påpå.

12.                    (P) Wóng sugíh síng lumúh kélangan bandhané nadyan kanggo kêpêrluwané dhéwé iku ora liya sababé margå tansah kuwatír yèn dhèwèké tibå ing kêmlaratan. Nangíng ora ngêrtiya yèn dhèwèké ing wêktu iku sêjatiné wis pådhå karo wóng mlarat. Uripé kêpårå luwíh sangsårå katimbang wóng kêsrakat, kang batiné tansah ora narimakaké marang adilíng Kang Múrbèng Dumadi.

13.                    (P) Dêrêng nêdyå pamèr utawa riyå iku têrkadhang munculé dadakan kåyå-kåyå tanpå rinåså ing nalikå kitå pinuju sêsrawungan karo wóng liyå. Mulå prayogå kita tansah waspådå ngêndhalèni dhiri. Déné kang kinaran dêrêng utåwå nafsu sênêng pamèr kang gampang dinêlêng lan sinêksèn déníng wóng liyå iku aran riyå kang pratélå (cêthå), utåwå ngêdhêng. Bêcík kitå singkiri. Wóndéné dêrêng sajróníng laku panêmbah, arang kang disumurupi wóng liya. Luwíh-luwíh yèn lagi kapinuju ånå ing papan kang sêpi. Sók ngonowa élinga, yèn Gústi Allah iku tansah ngudanèni.

14.                    (P) Kabèh salakuné (tumindaké) wóng bodho iku ésthiné nggawé híkmah lan piwulang bêcík tumrapíng wóng kang ahli budi. Awít såkå samubarang kang ora bêcík kang dilakoni wóng bodho déníng pårå ahli budi banjúr kari ngêmóhi lan dadi pandóming uríp kang pêrlu disiriki lan disingkiri. Suwaliké wóng bodho sungkan nyuplík lêlakón bêcík kang dialami pårå ahli budi. Mulå ora jênêng aèng yèn akèh pårå bodho síng uripé têtêp kasurang - surang lan pårå ahli budi kang tansah rahayu ing uripé.

15.                    (P) Åjå sók rumangsa tinitah apês nganti gawé pêpêsíng sêmangatmu. Malah prayogå dinarimå marang åpå kang wis sirå tampå såkå kanugrahaning Gústi Kang Maha Kuwåså. Awít ngélingånå mênåwå ora kurang-kurang titah kang luwih cingkrang lan luwíh cacad tinimbang sirå, suprandéné dhèwèké babar pisan ora kawêtu nutúh marang Gústi Allah. Kang mangkono mau ora liyå margå såkå kandêlé imané lan yakín marang kêadilaníng Pangéran Kang Måhå Kuwåså marang sakabèhíng lêlakón kang dumadi ing jagad raya iki.

16.                    (P) Ngalêmbånå lan panacad iku pådhå baé panindaké. Liré, tarikané napas pådhå, kêdalíng ilat pådhå lan obahíng lambé yå pådhå. Sók ngonowa najan rêkasané utåwå gampangé pådhå, nangíng olèh-olèhané utåwå wóhé síng ora pådhå. Ing ngadat kêjåbå sók adóh sungsaté, ugå malah sêríng kósók balèn. Sing siji biså ngrakêtaké pasêduluran sijiné pådhå baé karo golèk dadakan nandúr råså mêmungsuhan.

17.                    (P) Åjå ndarbèni pêpinginan dadi wóng kang linuwíh kang ngandhut idham-idhaman supåyå sarêmbúgé diandêlå wóng akèh. Luwíh prayogå tansah njågå baé barang rêmbúgira kanthi bêcík, patitís lan maédahi. Karo manèh tindak tandúk kang ngrêsêpaké, luwíh-luwíh kang bisa awèh paédah marang wóng liyå iku ajiné ngungkuli sakèhíng pitutur kang ndhakík-ndhakík nangíng kang durúng kabuktèn ånå ing panindak. Mulå kuwi tansah udinên amríh wêtuníng rêmbúg "Kêplók lumah kurêpé" karo tindakirå.

18.                    (P) Kang kinaran manungså winasís yåiku wóng kang wís kaconggah mbênêraké tindak kang mlèncèng. Déné asór-asóring budiné manungså iku ora kåyå wóng kang mlèncèngaké tindak kang wús bênêr. Adaté sipat kåyå mangkéné iki thukúl margå kasurúng déníng ati drêngki srèi. Kamångkå såpå kang ngadani ati drêngki lan panastèn iyå ing wêktu iku dhèwèké wiwít nyikså ing awaké dhéwé, lan uripé ora bakal bisa têntrêm.

19.                    (P) Samangsané kowé diclatu wóng kanthi sêngak åjå kók walês sanalika kanthi têmbúng (rêmbúg) kang sêngak lan atós. Prayogå tanggapana måwå pakarti kang alús lan sarèh. Jêr, yå klawan laku kang kåyå mangkono iku, kowé bisa ngêndhakaké watakkang panasbaran, lan bisa ngasóraké sipat kang lagi kasinungan iblís.

20.                    (P) Ing ngêndi dunungé pamarêm lan katêntrêman? Sakíng ungêlé mapanaké råså, nganti mèh ora ånå wóng rumångså marêm lan têntrêm uripé. Sabanjuré banjúr kêpiyé? Iyå kudu tlatèn ngolah budi. Dóh ånå råså mèri lan drêngki amríh gorèhing pikír bisa tansah sumingkír.

21.                    (P) Têpå slirå lan mawas dhiri iku dadi óbóríng laku nggayúh rahayu, minångkå jimat paripíh tumraping ngauríp. Munggahé biså nyêdhakaké råså asih lan ngêdóhaké watak drêngki lan dak-wênang marang sapêpadhané. Srêgêp mawas dhiri atêgês bakal wêrúh marang kêkurangan lan cacadé dhéwé, saénggå wusanané thukúl grêgêd ndandani murih apiké.

22.                    (P) Kita iki kêjåbå ndarbèni badan wadhag lan pancadriya, ånå siji êngkas darbèk kitå kang ora kênå ginrayang lan ora kasat måtå, nangíng ajiné tan kênå kinåyå ngåpå, yåiku osikíng ati kang ajêg ngélikaké kita marang lurusing laku samångså kita kêtaman plêtikíng cípta ålå, munggahé katuwúhan krêntêg nindakaké laku ngiwå. Mulå pomå-pomå, tansah bisowå ngrungókaké osikíng atimu, awít iku kang ngajak sapari-polahmu tumuju mênyang karahayóning urípmu.

23.                    (P) Nggayúh kaluhuran mono atêgês ngupåyå tataraníng uríp kang luwíh dhuwúr. Yå dhuwúr ing bab lahiré, ugå ing batiné. Liré, síng murakabi kanggo dhiri pribadiné, sumrambahé tumrap bêbrayan agúng. Såpå kang múng mligi nggayúh kaluhuraning lahír baé, atêgês múng mburu drajat, sêmat lan pangkat. Durúng aran jêjêg uripé. Suprandéné såpå kang múng ngêmúngaké kaluhuraníng batín, atêgês ora nuhóni jêjêríng manungså ing alam donya, yaiku tumandang ing gawé.

24.                    (P) Akèh wóng kang sadurungé nyobå ngayahi pagawéyan wís dipantók dhisík sarånå têmbúng "Ah, aku ora biså". Dayaning têmbúng "Ora biså" satêmah numusi ora biså têmênan. Awít êntèk-êntèkané pocap mangkono iku atêgês ngapêsaké awaké dhéwé. Luwíh déné manéh banjúr lumúh ing pambudi. Samubarang kang diudi ora bakal dadi. Kang ora diluru tangèh bisané kêtêmu. Mulå pêrcåyåå marang dhiri pribadi. Cíptanên kanthi manthêng ing ati lan énggal makartiyå. Kêkuwataning manungså iku dumunúng sajroníng cíptå, saugêr sinartanan pamarsudi klawan têmên-têmên. Dayaníng ciptå cêtha bakal nêkakaké sêdyå.

25.                    (P) Aja sók nggrêsulå!, Wruhana yèn pangrêsulå iku sawijiníng målå, déné panggrêsah mono agawé bubrah. Yèn wís nggrêsah padatané banjúr lali marang kêwajibané kang kudu diayahi sartå kêmba marang sadhêngah pakaryan. Síng såpå ésúk-ésúk wís sambat ngaru-årå ing bab ngrêkasané anggóné uríp, wóng mau prêsasat mbutóni sumbêríng pangupå-jiwané dhéwé. Ora trimå marang pandúm pêparingé Pangéran Kang Múrbèng Dumadi.

26.                    (P) Yèn kowé kêpingín mulyå urípmu, lakónan åpå kang kók gagas-gagas rikalané kowé nandhang sêngsårå utåwå lårå. Awít ing mångså-mångså kåyå mangkono mau manungså banjúr kêtuwuhan budiné kang murni, yåiku watak kang sarwå kêbak wêlas-asíh lan ngêrti sêpirå pêrluné wóng kang tansah ambudi amríh åjå nganti nêmóni kacingkrangan.

27.                    (P) Wóng kang wís kinaran "suksès" iku, yaiku : wóng kang wís ngêtóg kadibdyané, ngudidåyå nganti kêcandhak gêgayuhan lan idham-idhamané laras karo kêpinginané. Têkané "suksès" durúng atêgês tamatíng critå, nanging malah kudu tansah luwíh waspådå, prayítnå lan ngati-ati. Jalaran adhakané wóng síng wís "suksès" iku banjúr kurang kaprayítnané, sêmbrånå lan gumampang ing sabarang tumindaké, kang lupút sêmbiré biså klênggak. Mulå sawijiníng "suksès" iku anggêpan kayadéné sawijiníng pandadaran kanggo lêstariníng pênggayúh bêcík.

28.                    (P) Sabên wóng mono pancèn nduwèni nafsu. Awít tanpå nafsu wóng ora bakal duwé krêkat kêpéngín maju. Múng baé wóng kudu biså milah-milahaké nafsu êndi síng kudu dicandhêt, lan nafsu síng kêpriyé síng kudu diunggar. Nafsu kang bakal nêkakaké bilahi tumraping awaké dhéwé lan wóng liyå kudu biså dicandhét, déné nafsu kang pêrlu diunggar yåiku nafsu kang êmpané tumuju marang karahayóníng sapådhå-pådhå.

29.                    (P) Hukúm alam wís nêtêpaké, såpå kang nandúr mêsthi ngundhúh. Déné åpå kang diundhúh iya manut wijiné kang ditandúr. Yèn síng ditandúr winíh alang-alang, ing têmbé iya åjå ngarêp-arêp yèn bisa bakal panèn pari, iku gênah nyalahi kodrat. Mulå mumpúng isíh ésúk, nandura wiji cíptå lan pênggawé kang bêcík-bêcík. Awít élingånå, yèn akèh sêthithík anak putu kita ugå bakal katut mèlu ngrasakaké paít gêtiré wóng kang bibité ditandúr déníng wóng tuwané.

30.                    (P) Såpå síng duwé panjångkå kudu wani jumangkah, jêr katêkaníng sêdyå iku múng biså maujúd mênåwå dilakóni lan ora nyimpang såkå katékadané. Karêp lan sêdyå, jångkå lan panuwún, iku saumpama wóng lêlungan mono tumuju papan kang arêp diparani utåwå dijujúg. Déné kêkarêpan iku kudu ånå kanthiné, yåiku nalar utåwå pêcahíng nalar. Jalaran kêkarêpan kang tanpå nalar iku ora bédå karo karêpé bocah cilík. Kêjåbå tanpå têgês, ugå sók tanpå wasånå, satêmah ora ånå dadiné.

31.                    (P) Sêbab-sêbab kang gawé cilikíng ati lan cêklèkíng sêmangat iku adhakané dumunúng ing gêgambarané pikiran kang sarwå nguwatiraké marang lêlakón kang durúng kêlakón, têmahané pikiran dadi pêtêng, lumúh ihtiyar lan kóncadan grêgêtíng makaryå. Katimbang nyumêlangaké barang kang durúng biså ginrayang rak luwih bêcík åjå pêgat ing ihtiyar kanthi nênuwún marang sihíng Kang Múrbèng Kuwasa, jêr iyå múng Panjênêngané kang múrbawaséså uríp kitå iki. Klawan mangkono istingarah kowé ora bakal ngédhap ngadhêpi sakèhíng lêlakón.

32.                    (P) Kêrêp nggrêsah lan ngrêsulå iku nudúhaké karingkihané tékad. sênajan dingrêsulanan sêdinå píng pitulikúr, ora biså owah nasibé. Nggrêsah lan ngrêsulå iku pådhå karo sambat. Wóng sambat iku kênå baé, nangíng yèn isíh kêdugå åjå dhêmên sambat. Ngrêsulå biså dadi målå, panggrêsah biså gawé bubrah, déné pisambat iku dalané wóng kang sênêng mlarat, jalaran sakèhíng gêgayuhan kang disangkani sarånå sambat mono adaté múng gayúk-gayúk tunå, åpå kang digayúh tanpå ånå kabúl wusanané.

33.                    (P) Dhasar prêmati tumraping wóng duwé tékad lan duwé gêgayuhan yaiku tékad budi santoså. Sarana ndulu kåcåmåtå bênggålå kang kitå alami sabên dinå, têtêg kawêgigané pikír baé ora mujúdaké gaman pamungkas tumrap kasêmbadaníng sêdyå. Mulå yèn múng ngêndêlaké marang punjúlíng nalar lan móncèríng kawrúh baé, tanpå mêngkóni ing budi santoså, atiné gampang miyar-miyur, gampang kasinungan ing watak sêsóngaran síng adhakané síng uwís-uwís banjúr kacênthók påncåbåyå, ubayané banjúr mbalénjani.

34.                    (P) Ora ånå tindak kang luwíh déníng mbêbayani lan ndrawasi marang awaké dhéwé, kêjåbå nindakaké pégawéyan kanthi srêmpêng síng juntrúngé múng ngoyak dêrêngé panguwåså, drajad lan båndhå. Pakarti mangkono adaté ora mêmpan marang pitutúr bêcík lan panêmuné liyan kang wigati, anané múng råså mélík kang nggéndhóng lali.

35.                    (P) Siji-sijiníng margå amríh kalêksanané gêgayuhan iku yå kudu sarånå makarti. Yèn kitå múng kandhêg marang ngunggar-unggar karêp lan nganggít-anggít gagasan baé, tibaníng ênggón múng kåyå ing pangimpèn. Luwíh-luwíh mênåwå salaginé nggagas-nggagas mau kasêlak kêsusu ngrasakaké kanikmatané pêngangên-angên, wusånå tumús dadi lumúh ing gawé lan wêdi ing pakéwúh.

36.                    (P) Ngakóni kaluputan iku ora atêgês ngasóraké dhiri. Nangíng sawijiníng tåndhå yêkti yèn wóng mau wís biså kinaranan maju satindak ing laku kautaman. Kósókbaliné såpå kang suthík ngrumangsani kaluputané, atêgês wóng kang ora nduwèni budi pêkêrti. Wóng kang ora nduwèni donyå brånå iku sinêbut mlarat. Wóng kang ora nduwèni pikiran iku luwíh mlarat. Déné wóng síng ora kadunungan budi pêkêrti mono klêbu mlarat-mlaraté wóng.

37.                    (P) Kang kók kandhakaké putíh iku durúng karuwan putihíng (suciníng) ati, biså ugå múng wujúd putihíng pupúr síng kandêl waråtå. Lan síng kók kandhakaké abang iku durúng tinamtu abangíng (kêkêndêlaníng) bêbênêr nangíng biså ugå múng abangé lambé kang kêcónggah njlómpróngaké marang jurang kang jêro. Déné síng kók kandhakaké rêsík, iku durúng mêsthi rêsikíng ati, nanging adaté múng wujúd rêsikíng sandhangan rinênggå ing sotyå abyór kang biså mblêrêngaké mripat.

38.                    (P) Ngunggar wêtuníng kêkêndêlan síng múng kadêrêng såkå dayaníng pangójók-ójók iku kêrêp ora murni. Tandang lan trajangé kang akèh banjúr múng kabróngót panasbaran. Wusanané malah sók bakal nunjang palang, bêbathéné kósók balèn karo kang sinêdyå. Mulå minångkå gêgóndhèlané kapitayan, kêkêndêlan iku prayoga kadhasarana råså sumungkêm marang Kang Múrbèng Dumadi, niyat lêladi marang sapêpadhané titah. Yèn wís mangkono sakèhíng cak-cakané pakarti mêsthi tansah patitís lan mikolèhi.

39.                    (P) Têtêpíng råså kamanungsan iku ora margå såkå kawrúh lan kapíntêran kang wís dianggêp luwíh luhúr ing salumahé bumi, nangíng múng jalar såkå kadunungan têlêsíng råså asíh marang sapêpadhaning tumitah. Déné råså åsíh mau ciniptå såkå patrap anggóné rêkså-rumêkså lan sugíh ing pangapurå sartå tansah kinanthênan pangucap lan pasêmón síng bisa gawé rêsêp lan ora natóni atiníng liyan. Kawruhånå, mênåwå kapintêran kang ora kinanthènan kautaman iku sêjatiné luwíh mbêbayani tumrapíng bêbrayan katimbang karo bodho kang linambaran ing budi rahayu.

40.                    (P) Nglêngkårå wóng biså luwar babar pisan såkå panggodhå. Sêbab, sumbêré panggodhå iku ora liyå iyå múng såkå awaké dhéwé. Sing såpå múng nyingkiri panggodha kang kasat måtå baé, ora dibêdhól têkan óyód-óyódé, adhakané bakal kêtaman pakéwúh lan godhå kang luwíh gêdhé manèh. Sók ngonowå yèn wóng tlatèn lan sarèh, kanthi kêncêngíng tékad kang gilíg, mêsthi bakal bisa mêntas såkå rêridhu. Åjå múng mandhêg ing panggrantês, nutúh awaké dhéwé, åpå manèh yèn nganti nguman-uman marang wóng liyå.

41.                    (P) Yèn ing donyå iki manungsané síng sugíh uripé ora mbêthithil, kêpårå malah dhêmên têtulúng marang kang kêcingkrangan, déné sing duwé kêpintéran adóh såkå karêp kanggo mintêri liyan, kêpårå malah dadi papan jujugané wóng têtakón, gênah kahanané donyå bakal ayêm têntrêm, adóh såkå rêridhu lan kalís såkå godha rêncånå.

42.                    (P) Wóng kang lagi karêjêkèn åjå kadúk anggóné bungah, kósókbaliné åjå kadúk nêlångså samangsané nêmahi rêribêd lan nandhang susah, gêdhéné nganti nggêtuni barang kang wís kêlakón. Awít kadúk bungah mau bakal ngilangi kaprayítnan, kadúk susah njalari ati tansah kêmbå, lan tangèh lamún bisa uwal yèn ora dibudèni sarånå tumandang makaryå.

43.                    (P) Yèn darbé karêp lakónana kanthi gêmblèngíng tékad kang nyawiji, adhêpånå sarånå makarti kang madhêp lan mantêp. Sanguné kudu ati síng tatag, ora ngêdhap nadyan mangêrti yèn dalan kang diambah kêbak parang curi. Yèn tansah rongèh lan rangu-rangu, atêgês múng wani ing gampang, wêdi ing pakéwúh, samubarang kang sinêdyå ora bakal ginayúh.

44.                    (P) Manungså iku bisa kinaranan uríp yèn isíh duwé karêp lan pangarêp-arêp.Nangíng yèn karêp mau múng kandhêg ing pangangên-angên lan gagasan baé, ora bédå manungsa kang mati sajroné uríp. Kósókbaliné yèn anggóné nandangi karêpé mau kasêlak kêsusu nikmati pikolèhé kang durúng klakón, gênah anggóné makarti múng anggêr baé. Kêpårå bakal mundúr yèn ngadhêpi pakéwúh, satêmah dadi wóng lumúh.

45.                    (P) Wóng kang kêbak déníng pêpinginan iku adaté banjúr ngångså-ångså, mulå lakuné ugå banjúr miyar-miyur. Kêpêngkók gawé sêthithík baé síng digêdhèkaké pangrêsulané, tundhóné atiné gampang pêpês lan nglokro. Bédå karo wóng kang wicaksana uripé mêsthi måwå tékad lan tujuwan. Bêbasan tiba kapíng pitu gumrêgah tangi kapíng wólu ngrungkêbi tékad lan tujuwané.

46.                    (P) Anggêr wóng wís mêsthi suthík diarani cupêt nalaré, cilík atèn, lan kêndho tékadé. Mulané yèn darbé karêp åjå mundúr mêrgå lupút sêpisan pindho baé, prayogå ambalånå manèh nganti katêkaníng sêdyå. Samubarang pêgawéyan mênåwå kók têmêni wiwít saiki mêsthi bakal bisa ngundhúh bagéyan lan kauntungan. Åpå kang kók sêdyå bakal tumêkå, pituwasé lagi kêtêmu mburi.

47.                    (P) Sarupané pakaryan kang wís kók yakini bêcikíng asilé tumuli énggala katindakna, åjå ngêntèni liyå wêktu. Jêr kêkêncêngan sartå kêkarêpan iku yèn diêndhé-êndhé ora mundhak kuwaté. Nangíng malah mundhak ringkíh lan biså ugå ilang dayané. Sipat sênêng ngêndhé-êndhé iku mujúdaké dalan kang anjóg marang watak ora antêpan lan kêsèd, sungkan ing gawé síng tundhóné dadi tanpå aji uríp ing bêbrayan.

48.                    (P) Wóng kang sinêbút bêrbudi uríp ing bêbrayan iku ora múng wóng kang rumångså kasíkså nyumurupi sapêpadhané síng nandhang påpå, nangíng wóng kang gampang runtúh wêlasé kang tinumbalan runtuhíng barang darbèké lan dêduwèné kanggo têtulúng marang wóng síng kacingkrangan lan kasangsaran. Nangíng kang kåyå ngono mau pancèn angèl golèk-golèkané. Tåndhå yêktiné ing alam donyå iki ora sêthithík wóng síng mati margå kuwarêgên, lan akèh wóng síng mati marga kalirên.

49.                    (P) Wóng mono åjå múng tumandang anggêr barès nangíng kanthi laku kang ora bèrès. Dibiså tansah milah-milahaké êndi síng kêncêng lan êndi síng nalisír såkå paugêran, sartå kulinakna nyirík marang pênggawé musyrík, sinúng marang watak tulús lan ngukuhi kajujuran. Kawruhana, mênåwå ora ånå pusåkå kang ampuhé ngluwihi kajujuraning ati lan wêningíng pikír kang sêpi ing pamríh. Pamrihé múng sawiji, yåiku mangan karahayóning bêbrayan, ngluhúraké kamulyaning bangsa lan nagara.

50.                    (P) Pangråså, pikiran lan kêkarêpan iku tansah mbudidaya rêbut unggúl lan rêbút panguwåså anggóné murbå sapari polahé manungså. Pangråså êmóh diungkuli pikiran. Pikiran sêmono ugå suwaliké. Wóndéné kang móncól dhéwé sumêdyå mbalap ora gêlêm dipêkak yaiku kêkarêpan. Mulå wajibíng manungsa kudu biså ngukuhi sifat manungsané. Dèn sranani kanthi nanjakaké uripé mèlu ngrasakaké lan mêmikír marang ombak umbulíng jaman. Tumandang ing gawé ngêsthi marang rahayuníng bêbrayan munggahé marang ajuníng jaman.

51.                    (P) Sêlawasé uríp nglêngkårå wóng biså uwal babar pisan såkå panggodha, jêr panggodhå iku sumbêré ora liya yå såkå awaké dhéwé. Asalé tumuwúh såkå uwóhíng pikír kang ngayåwårå, banjúr katarík marang kêkarêpan ålå kang wusanané mbabaraké pakarti nisthå. Såpå kang wiwitané énggal tumandang nanggulangi panggodhå, bakal mundhak kasampurnané lan patut sinêbút wóng kang santoså ing budi. Balík kang såpå tansah ngujå panggoda sêmåyå nanggulangi, kêkuwatan batiné såyå lungkrah, bakalé bubrah dadi lêlêthêging jagad.

52.                    (P) Wóng nandúr pari iku bakal ngundhúh pari, ora bakal ngundhúh jagúng utawa kacang. Sêmono ugå pikiraníng manungså, ora bédå karo mau. Yèn pikiran kita tansah kitå kulinakaké lan kitå pigunakaké kang bêcík-bêcík yå bakal nduwèni dåyå kêkuwatan kang bêcík, satêmah biså awèh pakaryan kang pêngaji tumraping bêbrayan. Mulå katimbang nggagas kang ora-ora lan ngayawara, prayogané nggagaså marang laku utåmå lan múlyå. Lan luwíh utama manèh mênåwå gagasan kang mangkono mau diwêdharaké dadi pakarti pisan.

53.                    (P) Råså was sumêlang iku nêrakané wóng síng arêp nggayúh kêmajuan. Såpå kang wís kêtaman råså iki salawasé ora bakal biså maju. Ing sabarang tandang tanduké sarwå tidhå-tidhå lan tansah awang-awangên ngadhêpi kangèlan kang bakal mêmalangi laku. Kósókbaliné tékad iku rasa cíptaníng karså kang wís gêmblèng. adi yèn ånå kêpénak lan orané bakal didhadhagi lan ditêrjang wani. ang pinandêng múng bakal têkaning sêdyå. Nangíng tékad mono bédå bangét karo nékad, jêr nékad kuwi uwóhíng pakarti kang tuwúh såkå kajudhêganíng nalar síng tundhóné kêconggah tumindak nistha, mêrgå kóncadan pêpadhang.

54.                    (P) Abótíng abót iku ora kåyå yèn kudu nuruti préntah lan pitutúr. Pait lan ngrêkåså dikåyå ngåpå préntah lan pitutúr iku prayogå lakónånå baé. lng suwaliké barang pait mau, kowé mêsthi bakal nêmu barang lêgi síng ora klêbu ing pêtunganmu. Pancèn luwíh prayogå paité dhisík, tinimbang lêginé. Awít bisané kowé ngrasakaké lêgi iku rak margå kowé wís ngrasakaké pait. Biså níkmati kabungahan margå wís naté ngalami nandhang kasusahan.

55.                    (P) Wóng kang múng dhêmên cêlathu lan muni-muni, mangkå ora gêlêm tumandang gawé, gênah ora sumurúp marang kaluputané cêlatuné, sabab cêlathu mono múng obahíng ati kang ånå ing lati, dudu obahing tangan síng kanggo tumandang. Nangíng yèn wís tumandang gawé dhéwé, cêthå bakal mêruhi marang luputíng cêlathuné. Mulå saibå bêgjané wóng kang biså cêlathu klawan énggal-énggal tumandang gawé dhéwé.

 

IX. Memayu Hayuning Bebrayan:

1.  (P) Síng såpå ngidham kaluhuran kudu wani kúrban lan ora wêgah ing kangèlan. Mêrgå yèn tansah tidhå-tidhå, mokal åpå sing kagayúh bisa digånthå lan tangèh lamún åpå síng diluru bisa kêtêmu. Makarti wani rêkåså kanthi masrahaké urip lan jiwå rågå marang Kang Múrbèng Kuwåså. Yèn kêpingín mênang pancèn larang patukóné, yaiku kudu bisa nuhóni sêsanti: "Surå dirå jayaníngrat lêbúr déníng pangastuti".

2.  (P) Isíh bêjå yèn kowé diunèkaké "Ora Lumrah Uwóng", jalaran isíh dianggêp manungså. Yå múng solah tingkahmu kang kudu kók owahi amríh ora gawé sêrikíng liyan. Cilakané yèn diunèkaké "Ora Lumrah Manungså", jalaran kowé dianggêp sétan gêntayangan síng múng dadi lêlêthêging jagad margå pakartimu kang ninggal sifat kamanungsan. Mula énggal-énggala sumujudå marang Gusti Kang Múrbèng Dumadi. Sifaté Gústi Allah mono sarwå wêlas asíh marang umaté kang wís sadhar marang doså-dosané sartå têmên-têmên bali tuhu marang dhawúh-dhawuhé.

3.  (P) Ora ånå pênggawé luwíh déníng múlya kêjåbå dêdånå síng ugå atêgês mbiyantu nyampêti kêkuranganing kabutuhané liyan. Dêdånå marang sapêpådhå iku atêgês ugå mitulungi awaké dhéwé nglêlantih marang råså lilå lêgåwå kang ugå atêgês angabêkti marang Pangéran Kang Måhå Wikan. Pancèn pangabêkti mono wís aran pasrah, dadi kitå ora ngajab marang baliné sumbangsih kang kitå asúngaké. Kabèh iku síng kagungan múng Pangéran Kang Måhå Kuwåså, kitå ora wênang ngajab wóhíng pangabêkti kanggo kitå dhéwé. Nindakaké kabêcikan kanthi dêdånå kita pancèn wajíb, nanging ngundhúh wóhíng kautaman kitå ora wênang.

4.  (P) Mêmitran pasêduluran nganti jêjodhowan kuwi yèn siji lan sijiné biså êmóng-kinêmóng, istingarah biså sêmpulúr bêcík. Yèn ånå padudón sêpisan pindho iku wis aran lumrah, bisa nambahi rakêtíng sêsambungan. Nangíng suwaliké yèn pådhå angèl ngênggóni sifat êmóng-kinêmóng mau gênah långkå langgêngé, malah bédaníng panêmu sithík baé biså marakaké dhahuru.

5.  (P) Wóng kang ora naté nandhang prihatin ora bakal kasinungan råså pangråså kang njalari têkané råså trênyúh lan wêlas lahír batiné. Wóng kang wís naté kêtaman ing prihatin luwíh biså ngrasakaké pênandhangé wóng liya. Mulå adhakané luwíh gêlêm awèh pitulungan marang kang kasusahan.

6.  (P) Sarupaníng wêwadi sing ålå lan sing bêcík, yèn isíh kók gémból lan mbók kêkêt kanthi rêmít ing ati salawasé isih bakal têtêp dadi batúr. Nangíng yèn wís mbók kétókaké sathithík baé bakal dadi bêndaramu. Isíh lagi nyimpên wêwadiné dhéwé baé wís abót. Åpå manèh yèn nganti pinracåyå nggêgêm wêwadiné liyan. Mulå såkå iku åjå sók dhêmên kêpingín mêruhi wêwadiné liyan. Síng wís cêthå múng bakal nambahi sanggan síng sêjatiné dudu wajíbmu mèlu opèn-opèn.

7.  (P) Sók såpåå bakal nduwèni råså kúrmat marang wóng kang tansah katón bingar lan padhang polatané, nadyan tå wóng mau nêmbé baé nandhang susah utåwå nêmóni pêpalang ing panguripané. Kósókbaliné, wóng kang tansah katón suntrút kêrêp nggrundêl lan grênêngan mêrgå ora katêkan sêdyané iku cêthå bakal kóncatan kêkuwataníng batín lan tênagané, tangèh lamún éntukå pitulungan, kêpårå malah dadi sêsirikaníng mitra karuhé.

8.  (P) Kitå iki diparingi cangkêm siji lan kupíng loro déníng Kang Måhå Kuwåså, liré mêngku karêp amríh kitå iki kudu luwíh akèh ngrungókaké katimbang micårå. Yêktiné wóng kang dhêmên ngumbar cangkêmé tinimbang kupingé iku adaté wicarané gabúg. Suwaliké síng akèh ngrungókaké, wicarané sêthithík nangíng patitís lan mêntês. Pantês dadi jujugané sadhêngah wóng kang mbutúhaké rêmbúg kang prayogå.

9.  (P) Wóng kang tansah dhêmên ngupíng kêpingín wêrúh, åpådéné nyampuri pêrkarané liyan, gêdhéné nganti nrambul urún ucap, iku pådhå karo golèk-golèk mómótan kang sêjatiné ora prêlu, adhakané kêpårå malah ngrêridhu awaké dhéwé.

10.                    (P) Ucap sakêcap kang kêlaír tanpå pinikír kêrêp baé nuwúhaké drêdah lan bilahi. Mula wêtuné têmbúng satêmbúng såkå lésan iku prayogå tan udinên aja nganti nggêpók prêkarané wóng liyå, gêdhéné nganti gawé sérikíng liyan. Biså nyandhêt uculé pangucap kåyå mangkono mau wís klêbu éwóníng pakarti kang utåmå. Nangíng généyå kók ora sabên wóng biså nglakóni?

11.                    (P) Wóng iku yèn wís kasókan kabêcikan lan rumangsa kapotangan budi, ing sakèhíng pakartiné lumrahé banjúr ora kêncêng lan rêsík. Mulané tangèh lamún yèn biså njågå jêjêgíng adíl, awít lésané kasumpêtan, mripaté bêrêng, kupingé budhêg. Atiné dadi mati, angèl wêrúh ing bêbênêr. Mulå såkå iku åjå gumampang nåmpå kabêcikané liyan, samångså tujuwané ngarah marang pênggawé kang nalisír såkå bêbênêr.

12.                    (P) Åjå kasêlak kêsusu nyêpèlèkaké liyan, margå kók anggêp wóng mau bodho. Awít ånå kalamangsané kowé mbutúhaké rémbúg lan pituturé wóng iku, síng kanyatané biså mbéngkas lan nguwalaké såkå karuwêtanmu. Pancèn ing sawijiné bab wóng biså kaaran bodho, nangíng ing babagan liya tangèh lamún yèn kowé biså nandhingi.

13.                    (P) Yèn micårå åjå gumampang nêlakaké pênacad utawa pangalêm, luwíh- luwíh nganti mêmaóni. Awít wicaramu durúng karuwan bênêr. Síng mêsthi panacad mau gawé sêrík, pangalêmé nuwúhaké wiså, déné waónané ora digugu, kabèh swårå ålå. Mulå kang prayogå iku múng mênêng, jalaran mênêng iku yêktiné pancèn mustikaníng ngauríp.

14.                    (P) Udinên ing alam donya iki åjå ånå wóng kang kók sêngiti, supaya ora ånå wóng sêngít marang kowé, balík sabiså-biså pådhå trêsnanånå. Amargå lêlakón ing alam donya iki anané múng walês-winalês baé. Déné yèn kêpêkså kowé sêngít marang sawijiníng wóng, mångkå kowé ora biså mbuwang sêngítmu, gawénên wadi åjå ånå wóng kang ngêrti. Yèn kowé ngandhakaké sêngítmu marang liyan, prasasat kowé mamèraké alané atimu.

15.                    (P) Ajiníng dhiri ånå ing lati. Ajiníng rågå ånå ing busånå. Mula dèn ngati-ati ing pangucapmu, sêmono ugå anggónmu ngadi busånå kang bisa mapanaké dhiri.

16.                    (P) Wóng pintêr kang isih gêlêm njalúk rêmbugíng liyan iku dianggêp manungsa utúh. Såpå síng rumangsa pintêr banjúr suthík njaluk rêmbuging liyan kuwi manungsa sêtêngah wutúh. Lan síng såpå ora gêlêm njalúk rêmbugíng liyan, iku bisa kinaranan babar pisan durúng manungså.

17.                    (P) Yèn atimu wis gilíg arêp gawé kabêcikan kanggo karaharjaníng bêbrayan, bêratên råså uwas marang pandakwå ålå kang ora nyåtå. Srananånå kanthi jêmbaríng dhådhå lan sabaríng nålå, amríh bisa nuwúhaké gêdhéníng prabåwå lan cabaríng sakèhíng piålå.

18.                    (P) Wicårå kang wêtuné kanthi tinåtå runtút kang awujúd sêsulúh kang amót piwulang bêcík, ajiné pancèn ngungkuli mas picís råjåbrånå, biså nggugah budi lan nguripaké pikír. Nangíng kawuningånå yèn grêngsênging pikír lan uripíng jiwå iku ora biså yèn múng kagugah sarånå wicårå baé. Kang wigati yaiku wicårå kang måwå tandang minångkå tulådhå. Jêr tulådhå mono síng biså nuwúhaké kapitayan. Luwíh-luwíh mungguhíng pårå manggalaníng pråjå kang wís pinracåyå ngêmbani nuså lan bångså.

19.                    (P) Luwíh bêcík ngasóraké rågå tinimbangané ngóngasaké kapintêran kang sêjatiné isíh nguciwani bangêt. Ngóngasaké kapintêran iku satêmêné múng kanggo nutupi kabodhowané, jêr kabèh mau mêrga råså samar lan was sumêlang yèn ta kungkulan déníng sapêpadhané. Tindak mangkono mau malah dadi sawijiníng godhå kang múng bakal ngrêrêndhêti lakuníng kêmajuwané dhéwé ing jagadíng bêbrayan.

20.                    (P) Såpå wóngé síng ora sênêng yèn éntúk pangalêmbånå. Nangíng thukulíng pangalêmbånå iku ora gampang. Kudu disranani kanthi pakarti kang bêcik lan murakabi marang wóng akèh. Yèn múng disranani båndhå, pangalêmbanané múng kandhêg ing lambé baé ora tumús ing ati. Déné yèn disranani pênggawé kang lêlamisan, ing pamburiné malah bakal kasingkang-singkang kasingkíraké såkå jagadíng pasrawungan.

21.                    (P) Généyå akèh wóng kang dhêmên nyatur alaníng liyan lan ngalêmbånå awaké dhéwé? Sêbabé ora liya margå wóng-wóng síng kåyå ngono mau ora ngêrti yèn pênggawé mau klêbu pakarti kang ora prayogå, mula prêlu dingêrtèkaké. Awít yèn ora énggal-énggal nyingkiri pakarti kang ora bêcík mau, wusanané dhèwèké kang bakal diêmóhi déníng pasrawungan.

22.                    (P) Nggayúh kaluhuran liré ngupåyå tataraníng uríp kang luwih dhuwúr. Dhuwúr laír lan batiné, ya tumrap dhiri pribadiné ugå sumrambah kanggo karaharjaníng bêbrayan. Nangíng yèn kandhêg salah siji, têgêsé gothang. Yèn múng nêngênaké kaluhuraníng laír gênah múng ngoyak drajat lan sêmat, isíh miyar-miyur gampang kênå pangaribåwå såkå njåbå. Yèn ngêmúngaké kaluhuraníng batín, cêtha ora nuhóni jêjêríng manungsa, awít ora tumandang ing gawé kanggo kêpêrluwaníng bêbrayan. Atêgês tanpå gunå diparingi uríp ing alam donya.

23.                    (P) Sing såpå rumangsa nduwèni kaluputan, åjå isín ngowahi kaluputan sing wís kadhúng katindakaké mau. Jêr ngakóni kaluputan mono wís cêthå dudu tindak kang asór, nangíng malah nuduhaké marang pakarti kang utåmå kang ora gampang linakónan déníng sadhêngah wóng. Iyå wóng kang wis biså nduwèni watak gêlêm ngakóni kaluputané mangkéné iki pantês sinêbút wóng kang jujúr sartå kasinungan ing budi luhúr.

24.                    (P) Manungså uríp iku dibiså nguwasani kamardikaníng laír lan batín. Kang dikarêpakê kamardikaníng laír iku wujudê biså nyukupi kabutuhaning uríp ing sabên dinanê såkå wêtuning kringêt lan wóhíng kangèlan dhêwê ora gumantúng ing wóng liyå lan ora dadi sangganíng liyan. Dênê kamardikaníng batín iku dicakakê sarånå nyingkiri håwå napsu, adóh såkå asór lan nisthaníng pambudi, sêpi ing råså mêlík lan drêngki srèi, sartå tuhu marang paugêran uríp bêbrayan.

25.                    (P) Ora ånå wóng kang ingaranan uríp, kêjabanê kang mikír sartå trêsnå marang wóng kang ringkíh lan nandhang påpå cintråkå. Biså mèlu ngrasakakê kasusahanê sartå lårå lapanê wóng liyå. Kanthi pangråså kang mangkono mau atêgês biså nggadhúh kêkuwatan kang tanpå watês, pêrlu kanggo mitulungi sapådhå-pådhå kang kahananê luwíh nrênyúhakê katimbang dhiri pribadinê. "Pakarti mono darbèk kita dhêwê, nanging wóhê pakarti mau dadi kagunganê Kang Gawê Urip", mangkono sabdanê sawijinê Pujånggå kalokå.

26.                    (P) Wóng kang baút mawas dhiri iku wóng kang biså manjíng ajúr ajèr, ngêrti êmpan papan laras karo rèh swasånå sakupêngê tanpå ninggalakê subåsitå. Paribasanê wóng kang baút ngadisarirå, åjå múng kalimpút êdiníng busånå baê, nangíng bisowå tansah mêrsudi marang padhangíng sêmu lan manisíng wicårå tanpå nglírwakakê marang alús lan luwêsíng solah båwå.

27.                    (P) Kêcandhakíng sawijiníng idham-idhaman iku ora cukúp múng dibandang móncèr lan pêpakíng ilmu lan kawrúh baê. Nangíng ånå syarat siji kang ora kênå kalirwakakê, yaiku kapintêran ing bab sêsrawungan. Såpå kang bisa tumindak ajúr-ajèr lan biså nuwúhakê råså rêsèp marang liyan, prasasat wis êntúk pawitan kanggo nandangi sakèhíng pagawêyan åpådênê nggayúh idham-idhamanê.

28.                    (P) Nindakakê kabêcikan mono ora mêsthi kudu cucúl wragad, nanging biså ditindakakê sarånå pakarti-pakarti liyanê sing sêjatinê akèh bangêt caranê. Saugêr biså gawê sênênging liyan, upamanê baê måwå ulat sumèh tangkêp srawúng kang sumanak, bisa manjíng ajúr-ajèr ing madyaníng bêbrayan, lan biså dadi patuladhan laku utåmå. Kabèh mau klêbu êwóníng tindak kabêcikan kang ajinê nglêluwihi wragad dêdånå kang diwènèhakê utåwå dipotangakê, apamanèh lamún anggónê mènèhi utåwå ngutangi iku sinamudånå kêbak pamríh.

29.                    (P) Yèn kowê arêp rêmbugan, pikirên luwih dhisík têtêmbungan síng arêp kók wêtókakê. Åpå wís ngênggoni têlúng prêkårå: bênêr manís, migunani. Êwå sêmono síng bênêr iku isih pêrlu dithinthingi manèh yèn gawê gêndranê liyan prayogå wurúngnå. Dênê têmbúng manís mono ora duwê pamríh, pamrihê biså gawê sênêngê liyan kang tundhónê migunani tumrapê jagadíng bêbrayan.

30.                    (P) Sugíh ómóng kanggo nggayêngakê pasamuwan pancèn apík. Nangíng ngómóng múng golèk suwurê awakê dhêwê sók kêtrucút miyak wêwadinê dhêwê. Pirå baê cacahê wóng kang kêplèsèt uripê múng margå sukå anggónê sugíh ómóng. Mulå sabêcik-bêcikê wóng iku ora kåyå wóng kang mênêng. Nangíng mênêngê wóng kang darbê bóbót kang antêb síng biså dadi panjujuganê pårå pawóngan kang mbutúhakê rêmbúg lan pitudúh.

31.                    (P) Ing jagadíng sêsrawungan mono nyirík marang sêsipatan kang gumêdhê lan wêwatakan kang tansah ngêgúngakê dhiri. Sipat lan wêwatakan mau adhakanê banjúr nuwúhakê råså ora lilå yèn nyipati ånå liyan síng luwíh katimbang dhèwèkê. Mulå saibå bêcikê samångså såpå kang rumangsa pintêr dhêwê, sugíh dhêwê, lan kuwåså dhêwê iku gêlêma nglaras dhiri lan nglêrêmakê cíptanê kang wêning, yèn sêjatinê isíh ånå manèh kang Måhå Pintêr, Måhå Sugih, lan Måhå Luhúr. Klawan mangkono råså pangråså dumèh lan takabúr kang dadi sandhungan pasrawungan biså sumingkír.

32.                    (P) Luwih bêcík makarti tanpå sabåwå kang anjóg marang karahayóníng bêbrayan, katimbang tumindakê wóng kang rêkanê nindakakê panggawê luhúr nangíng disambi udúr. Yêktinê tåtå têntrêm iku ora bakal biså kagayúh yèn tå ora adhêdhasar kêrukunan, dênê kêrukunan iku múng biså kêcandhak yèn siji lan sijinê pådhå biså aji-ingajènan lan móng-kinêmóng.

33.                    (P) Yèn kêpéngín diajèni liyan, mulå åjå sók dhêmên martak-martakaké, åpå manèh nganti mamèraké kabisan lan kaluwihanmu. Pangaji-ajiníng liyan iku sêjatiné ora pêrlu mbók buru, bakal têkå dhéwé. Nudúhaké kêwasisan pancèn kudu bisa milíh papan lan êmpan. Mulå kang prayoga kêpårå purihên åjå kóngsi wóng liyå biså njajagi. Nangíng mångså kalané ngadhêpi gawé parigawé kêconggah mrantasi.

34.                    (P) Åjå sók ngluputaké, gêdhéné ngundhat-undhat wóng liyå, samångså kitå ora katêkan åpå kang dadi kêkarêpan kitå. Bêciké kitå tliti lan kitå golèki sêbab-sêbab ing badan kita dhéwé, amrih kitå biså uwal såkå dayaníng pangirå-irå kang ora prayogå. Kawruhana, yèn usadané watak apês síng njalari nganti ora katêkan sêdyå kitå iku, ora ånå liya, yå dumunúng ånå ing awak kita dhéwé.

35.                    (P) Arang wóng síng bisa mapanaké råså narima marang åpå baé kang wís klakón digayúh. Yèn rumangsa kurang isíh golèk wuwúh, yèn wís olèh banjúr golèk luwíh, yèn wís luwíh tumuli mbudidåyå åjå ånå wóng síng biså madhani. Wóng kang duwé råså mangkono mau satêmêné mêmêlas. Uripé tansah ngångså-ångså, ora naté sumèlèh atiné. Kanggo nuruti råså kang klèru kasêbút sók-sók banjúr tumindak ora samêsthiné lan nalisír såkå pakarti kang bênêr.

36.                    (P) Watak narimå mono yêkti dadi sihíng Pangéran, nangíng yèntå nganti klèru ing panyuråså biså nuwúhaké klèruníng tumindak. Narimå, liré ora ngångså-ångså nangíng ora kurang wêwékå lan tansah mbudidåyå amríh katêkaning sêdyå, dudu atêgês kêbacút lumúh ing gawé, suthík ihtiyar. Awít yèn mangkono ora jênêng narimå, nagíng kêsèt. Jêr watakíng wóng kêsèt iku múng gêlêm énaké êmóh rêkasané, gêlêm ngêmplók suthík tómbók, satêmah dadi wóng ora wêrúh ing wirang, siningkiraké såkå jagadíng bêbrayan.

37.                    (P) Wóng uríp ing alam bêbrayan iku yêkti angèl, kudu biså ngêrèh pakóné "si aku", åjå nggugu karêpé dhéwé lan nuruti håwå napsu. Luwíh-luwíh ing dinå samêngko, alam bêbrayan donyå tansah kêbak pradhóndhi, silíh ungkíh, rêbutan bênêré dhéwé-dhéwé. Mulå síng baku, wóng uríp kudu biså miyak alíng-alíng kang nutupi pikiran kang wêníng. Liré, sênajanå sajroníng pasulayan, kudu bisa nyandhêt kêmrungsung "si aku" istingarah sakèhíng bédané panêmu biså disawijèkaké.

38.                    (P) Wóng kang nduwèni watak tansah njalúk bênêré dhéwé iku adaté banjúr kathukulan bêndånå sênêng nênacad lan ngluputaké marang panêmu sartå tindak tanduké wóng liyå. Méndah bêciké yèn wóng síng kåyå mangkono mau kålå-kålå gêlêm nggraitå ing njêro batiné : "mbók mênåwå aku síng klèru, mulå cobå dak tlitiné klawan adíl såpå kang sêjatiné nyåtå-nyåtå bênêr".

39.                    (P) Rêsêpíng omah iku ora dumunúng ing barang-barang méwah kang larang rêgané, nangíng gumantúng marang panataníng prabót kang prasåjå, sartå pêmasangé rêrênggan kang adóh såkå watak pamèr. Sêmono ugå rêsêpíng salirå iku ora margå såkå pacakan kang èdi-pèni, nangíng gumantúng ing sandhang pênganggo kang prasåjå, trapsilå solah båwå, lan padhanging polatan.

40.                    (P) Yèn kowé kêpênêr lagi srêngên lan nêsu, prayogané wóng síng kók nêsóni lan kók srêngêni mau kóngkónên énggal sumingkír. Utåwå kowé dhéwé sumingkirå sauntårå, aja têtêmónan karo wóng liya. Sabanjuré mênêngå lan étúng-étúngå kanthi sarèh wiwít siji têkan sêpulúh. Klawan mêngkono atimu bakal bisa nimbang-nimbang åpå nêsu lan srêngênmu marang wóng mau bênêr, åpå malah dudu kowé dhéwé síng lupút.

41.                    (P) Jênêng tanpå gunå uripíng manungså kang nganti ora biså nyumurupi marang kang kêdadéyan ing sakiwå têngêné. Ora biså asúng lêlimbangan lan pamrayogå sakadharé kanggo karahayóníng bêbrayan. Rupak pandêlêngé ora ånå liyå kang disumurupi kajåbå uripé dhéwé. Mati pangrasané, jalaran ora kulina kanggo ngrasak-ngrasakaké kang katón ing sabên dinané, wusana dadi cêthèk budiné, jalaran såkå kalêpyan marang têpå palupi kang maédahi ing uripé.

42.                    (P) Åjå sók nyênyamah luputíng liyan, luwíh bêcík tudúhnå kaluputané kang malah biså ngrumakêtaké råså pasêduluran. Éwåsêmono åjå nganti kowé kêsusu mbêcíkaké kêlakuwané liyan, yèn awakmu dhéwé rumångså durúng biså ngênggóni råså sabar lan têpa sêlirå. Såpå kang wís ngêrti lan ngrumangsani marang sakèhíng dosané, iku sawijiníng wóng kang wís ngêrti marang jêjêríng kamanungsané, manungsa kang utåmå.

43.                    (P) Ajiníng manungså iku kapúrbå ing pakartiné dhéwé, ora kagåwå såkå katurunan, kapintêran, lan kasugihané. Nangíng gumantúng såkå ênggóné nanjakaké kapintêran lan kasugihané, sartå matrapaké wêwatêkané kanggo kêpêrluan bêbrayan. Kabèh mau yèn múng katanjakaké kanggo kapêrluwané dhéwé, tanpå paédah. Nangíng yèn pakarti mau kadayan déníng råså pêpinginan golèk suwúr, golèk pangkat lan donya brånå, malah bisa dadi mêmalaníng bêbrayan, jalaran nyinamudana sarånå nylamúr migunakaké jênêngé wóng akèh.

44.                    (P) Ora ånå budi kang luwíh luhur saliyané nduwèni råså asíh marang nuså lan bangsané. Kadunungan råså rumangsa nduwèni sêsanggêman lan kuwajiban mranåtå têntrêmíng pråjå kanthi pawitan kapintêran kang dilandhêsi kawicaksananing pambudi. Tåndhå yêktiné yèn asíh, yaiku tansah samaptå tumandang sawayah-wayah yèn ånå parigawé kang wigati kanggo wargå sapådhå-pådhå, munggahé tansah samaptå lêladi kanggo kêslamêtaníng bêbrayan lan karaharjaníng nagårå.

45.                    (P) Wóng kang kêrêp tansah dipituturi wóng liya iku adaté bisa dadi wóng dhêmên ngati-ati, nangíng mênåwå kapêngkók ing pêrlu sók ora bisa tumindak lan ngrampungi dhéwé. Kêpêkså isíh kudu nolèh wóng liya síng diwawas bisa awèh pitudúh. Mulå kuwi prayogå ngawulåå marang ati lan kêkuwatanmu dhéwé, jalaran wóng liyå iku sêjatiné yèn ånå apa-apané múng sadêrmå nyawang, ora mèlu ngrasakaké.

46.                    (P) Wóng kang rumångså dhiriné linuwíh, ing sawijiníng wêktu mêsthi bakal kasurúng atiné arêp mamèraké kaluwihané, liré amríh dimangêrtènånå déníng wóng akèh yèn dhèwèké mono wóng kang pinunjúl lan supåyå diajènånå. Sumurupå, sakabèhíng kaluwihan mau yèn ora dicakaké måwå lêlabuhan kang murakabi marang bêbrayan, tanpå gunå kêpårå malah ora kajèn lan gawé pitunå. Mula kang prayogå biså tulús dadi wóng kang linuwih mênåwå gêbyaríng kaluwihan iku múng dikatónaké marang batiné dhéwé, iku wís cukup.

47.                    (P) Dêdånå utåwå sêdhêkah marang wóng kang lagi nyandhang påpå cintråkå iku sawijiníng pênggawé bêcík kang patút tinulådhå, saugêr pawèwèh mau ora kinanthènan panggrundêl kang nêlakaké ora éklasíng atiné. Têtêmbungan kang lêmbah ing manah lan mêrak ati iku luwih gêdhé ajiné katimbang dêdånå kang ora éklas. Suprandéné nulúng lan mènèhi pêpadhang marang jiwané wóng kangkacingkrangan iku kang sêjatiné luwih pêrlu lan wigati, katimbang múng têtulúng marang awaké kang awujúd kêlairan baé.

48.                    (P) Ulat sumèh, tindak-tandúk sarèh kinanthènan têmbúng arís iku biså ngruntúhaké ati sartå ngêdóhaké panggódhaning sétan. Kósókbaliné watak wicårå kang kêras, kêjåbå kêduga gawé tanginíng kanêpsón, ugå gampang nuwúhaké salah panåmpå. Sabarang prakårå kang sêjatiné bisa putús sarånå arís lan sarèh, kêpêksa dadi adu wulêding kulít lan atósíng balúng, kari si sétan ngguyu ngakak bungah-bungah.

49.                    (P) Wóng kang kulinå uríp mubra-mubru iku samangsané ngalami sandhungan uríp sêthithík baé adaté gampang kêthukulan gagasan lan gawé kang cêngkah karo bêbênêr, luwíh bêgjå wóng kang uripé pokal samadyå nangíng rêsík atiné. Déné bêgja-bêgjané wóng iku ora kåyå wóng síng tansah uríp ing kahanan kang kêbak godhå rêncånå, prasasat tåpå ånå satêngahíng cobå, nangíng tansah tawêkal lan kandêl kêimanané marang adilíng Pangéran Kang Måhå Kuwåså.

50.                    (P) Sipaté wóng uríp iku mêsthi kêsinungan kêkuwatan. Kang ngêrti biså ngêcakaké déné kang ora biså ngêrti kurang digladhi, têmahan ora tumanja. Éwåsémono ngêmpakaké kêkuwatan mula ora gampang. Buktiné ora sêthithík kêkuwatan kang êmpané ora mapan. Kawruhana, yèn rusaké bêbrayan ing antarané margå såkå pakartiné pårå-pårå kang ngêrti marang dayaníng kêkuwatané nangíng ora kanggo nggayúh gêgayuhan kang mulyå, múng kanggo nuruti dêrênging ati angkårå.

51.                    (P) Katrêsnan kang tanpå pangrêksa iku dudu sêjatiníng katrêsnan. Kênå diarani sêjatiníng katrêsnan kang múng kadêrêng lan kêna ing pangaribawaníng håwå napsu. Dadi yèn ånå unèn-unèn " trêsnå iku wutå" yaiku síng kaprabawan håwå napsu. Síng prayogå iku mêsthiné kudu ngugêmi unèn-unèn "trêsnå iku rumêkså" biså salaras tumindaké. Rasaníng katrêsnan kang cêdhak dhéwé tumrap sadhêngah manungså iku dumunúng ing awaké dhéwé. Mulå såpå kang trêsnå marang sapådhå-pådhå iku aran trêsnå marang awaké dhéwé, tundhóné såpå kang tansah ngrêkså marang karahayóníng liyan, ora bédå karo pangrêkså marang kêslamêtané dhéwé. 

 

52.                    (P) Srawúng ing madyaning bêbrayan iku kêjåbå kudu wasís milíh papan lan êmpan, ugå kudu bisa angón mångså lan mulat ing sêmu. Åjå nggêgampang ngrójóngi rêmbúg kang kowé dhéwé durúng ngrêti prakarané. Rêmbúg sêthithík nanging mranani iku nudúhaké bóbótíng pribadi. Rêmbúg akèh nangíng ampang malah gawé sånggå rungginé síng pådhå ngrugókaké kêpårå njuwarèhi. 

 

53.                    (P) Wóng kang wís têkan pêsthiné utåwå wis katimbalan bali mênyang jaman kêlanggêngan iku sêjatiné lagi kênå diwènèhi biji tumrap ajiné kamanungsané lan pakartiné nalikå uríp. Déné wóng kang isíh pådhå uríp iku pêrlu disêmak baé dhisík, durúng kênå dipatrapi biji, jêr kahanané isih bisa owah gingsír. Sarèhné manungså iki sawijiníng titah kang luhúr dhéwé, mulå wís samêsthiné yèn kitå åjå nganti kayadéné sato kang patiné múng ninggal têngêr lulang lan balúng baé. Nangíng bisowå kita nanjakaké uríp kitå marang pakarti-pakarti utåmå, sumrambahé marang karahayóning uríp bêbrayan. 

 

54.                    (P) Mustikané wóng tuwå marang anak múng ånå ing laku kang gumati, gunêm kang rurúh, lan ujar kang manís. Gumatiné dumunúng ing têpå tuladhaníng tingkah laku. Gunêm lan ujar kawêngku ånå ing ucap kang istingarah numusi kajiwan, lan luhuríng budi pêkêrti. Mula yèn ånå åpå-åpå, åjå sêlak marang sêbutíng paribasan : "Ora ånå kacang ninggal lanjaran". 

 

55.                    (P) Nanggapi kahanan urip ing satêngahíng bêbrayan iku gampang angèl. Aran angèl kêpårå malah bisa gawé kêtliwênging pikír samångså anggón kita mawas kêdhisikan kagubêl ing håwå. Aran gampang yèn kita biså mikír klawan wêníng lan mênêb. Iyå pamikír kang mênêb iku kang aran akal budi sêjati. Kang bisa mbabaraké wóhíng wawasan kang mulús rêsík, ora kacampúran blêntóngé "si aku". Apamanèh yèn tå kitå biså têtêp nguwasani wêningíng pikír, nadyan kahanané uríp ing satêngahing bêbrayan kisruhå dikåyångåpå, istingarah ora angèl anggón kita nanggapi. 

 

56.                    (P) Srêngên marang wóng mono åjå nganti kênêmênên lan kêliwat-liwat múng margå wis ngêrti yèn wóng mau ora bakal wani nglawan utåwå wís ora biså nglawan, síng èstiné múng arêp ngêdír-êdíraké drajad pangkat utåwå kadibyané baé. Pakarti kaya ngono mau kêjåbå klêbu ambêg siyå, ugå wóng síng disrêngêni durúng karuwan bakal dadi bêcík, kêpårå bisa nuwúhaké råså sêngít. Kang prayogå iku srêngên samadyå kang mêngku pitutúr murih bêciké. 

 

57.                    (P) Wóng pintêr kang ora kinanthènan ing kautaman iku ora bédå karo wóng wutå kang nggåwå óbór ing wayah bêngi. Madhangi wóng liyå nangíng dhèwèké dhéwé lakuné kêsasar-sasar. Kapintêran mangkéné iki yèn tå dicakaké ing madyaning bêbrayan bakal nuwúhaké kapitunan, pikolèhé malah múng wujúd kasangsaran lan karusakan.